Page 77 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 77

tempat duduk  dan menjadi  cikal-bakal  raja-raja Ternate.
                Kopiah dari Kakek:nya di langit menjadi mahkotanya.

                Mitos yang terjalin dalam Hikayat dart Naidah itu mengacu
            pada  beberapa  hal  yang  memang  merupakan  kenyataan,
            sekalipun  kronologinya  tidak ditegaskan.  Memang diketahui
            dari  sumber-sumber Portugis,  bahwa sejak abad ke-15  telah
            terdapat empat kerajaan di Maluku, masing-masing di sebuah
            pulau dengan nama yang sama.  (Van  Fraassen 1987,  II:19-21).
            Namun baik sumber-sumber Portugis, maupun sumber-sumber
            Belanda tidak membentangkan sistem status yang berlaku di
            antara kerajaan-kerajaan  Maluku  itu.  Hal ini justru menjadi
            pokok masalah dalam Hikayat Te mate.  (Penekanan mengenai
            hal ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam abad
            ke-19 masalah sistem status itu telah banyak dilupakan orang).

                Selain memiliki  tempat  duduk  (dodego)  masing-masing,
            menurut Hikayat Ternate, keempat raja pertama di Maluku itu
            juga memiliki gelar  (ronga)  masing-masing. Buka, raja Bacan,
            bergelar Dehe ma-kolano (Raja Ujung Tanjung; kolano = raj a),
            putra kedua,  Darajat,  bergelar Jiko  ma-kolano  (Raja  Teluk),
            putra ketiga, Sahadat, bergelar Kie ma-kolano (Raja Gunung),
            dan yang keempat, Mashur-ma-lamo, bergelar Alam ma-kolano
            (Raja Alam).
                Asal-usul  yang  sama  itu,  sekalipun  derajat  berbeda,
            menunjukkan  bahwa  antara  keempat  kerajaan  itu terdapat
            semacam federasi.  Dalam Hikayat  Ternate  dikisahkan bahwa
            pada saat-saat tertentu keempat raja itu berkumpul di  suatu
            tempat  (biasanya  pulau  Moti),  untuk  menentukan struktur
            kekuasaan  federasi  itu.  Salah  satu diantara  mereka dipilih
            menjadi primus inter paris yang berhak memakai umbul-umbul
            ketiga raja  lain  yang  masing-masing memiliki  warna sendiri,
            disamping umbul-umbulnya sendiri  sehingga  melambangkan
            federasi  itu.  Salah  satu  pertemuan  itu  terjadi  sekitar
            pertengahan abad  ke-14.  Pada saat itulah Ternate  mendapat
            kehormatan  menjadi  primus  inter paris.  Nampaknya  mitos
            Maluku Kie  Raha yang dikemukakan Naidah tersebut di atas
            menunjuk  pada  peristiwa  itu.  Kedudukan  Ternate  itu


                                           61
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82