Page 113 - Kumpulan Cerita Rakyat Pamona, Sebuah Intepretasi Baru
P. 113
Puloru. Anehnya aku mengerti dengan setiap
perkataannya tersebut. Sulur itu mungkin penyebabnya,
membuatku paham dengan bahasa daerah yang
diucapkannya.
“Tau tu’a owi, re’e tuntunya 153 ,” perkataan yang keluar
dari mulutku ini membuatku terkejut sendiri. Aku
berbicara dengan bahasanya!
“Jangan takut, teruskan perkataanmu sampai selesai,”
bisik Lelengkaa di telingaku.
“Wuleana tau santika se’i 154 , aja ndabawa mpondeu 155 ,
awili anu madogo rata salapi, rata salapi,” kataku.
“Malai ri banuamu 156 , endo endo janjimu 157 ,” kata Puloru
sambil menarik kembali sulurnya menjauhi keningku.
“Saatnya kamu pulang,” kata Lelengkaa sambil mematuk
telinga kananku. Semua tiba-tiba berubah menjadi gelap
dan mataku hanya bisa melihat hitam pekat, tanpa suara,
tanpa apa-apa di sekeliling, sunyi.
153 nenek moyang dahulu, ada sejarahnya, riwayatnya
154 Tugasnya orang-orang generasi/zaman sekarang
155 Sepakat untuk meneruskan
156 Kembalilah ke rumahmu
157 Ingat ingat janjimu
109