Page 18 - ETPEM2016
P. 18
menurut konstitusi negara berserta peraturan perundang-
undangannya, terlepas dari status kepegawaiannya, apakah
sebagai pegawai negeri atau bukan.
Keetikan perilaku berkaitan dengan kehormatan seseorang
atau sekelompok orang sebagai manusia di manapun mereka
berada. Bagi seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai
kesadaran etis, melakukan perbuatan etis merupakan cara
terhormat dalam bergaul dengan sesamanya. Apalagi, bagi orang-
orang yang bekerja di lapangan pemerintahan, keetikan
perilakunya bukan hanya mengenai kehormatan dirinya, tetapi juga
kehormatan lembaganya. Dalam kaitannya dengan hal ini, Dougle
(dalam Widjaja, 1997:10) mengingatkan bahwa seluruh bidang
pemerintahan harus diperlakukan sebagai bagian yang esensial dari
hidup etis atau kesusilaan yang harus dijalani pada tingkat yang
setinggi mungkin.
Bertolak dari kepentingan itu, pemerintah diharapkan terus
berupaya membangun keetikan aparaturnya. Selama ini upaya-
upaya tersebut telah dilakukan antara lain dengan cara
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengarahkan
pembentukan iklim etis, mempersempit peluang penyelewengan-
penyelewengan, perbaikan sistem pelayanan publik, dan penataan
sistem kepegawaian negara. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud
dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
seperti UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang
Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme; Ketetapan
MPR-RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; UU
No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; dan UU No.5 tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta penetapan berbagai kode
2