Page 23 - ETPEM2016
P. 23
(2003:416), hakikat pemerintahan adalah ‘menyatunya’ pihak yang
memerintah dengan pihak yang diperintah, yaitu dalam bentuk
adanya mutual trust (saling mempercayai) antara keduanya.
Kepercayaan dari pihak yang diperintah (sebagai output) akan ada
jika terjadi proses penepatan janji (pemerintahan) oleh pihak yang
memerintah. Janji atau komitmen yang memerintah (sebagai input)
adalah janji/komitmen kepada Tuhan, kepada diri sendiri, dan
kepada masyarakat, yang dinyatakan tatkala yang bersangkutan
berdasarkan kehendak bebasnya mengangkat sumpah dan
membubuhkan tanda tangan pada naskah kontrak. Selanjutnya
dijelaskan bahwa pemenuhan janji merupakan penggunaan
wewenang yang bertanggungjawab, dan pemenuhan kewajiban
yang memerintah atas hak yang diperintah. Karena itu,
pemerintahan yang legitimate adalah pemerintahan yang ternyata
mampu membuktikan janjinya melalui pertanggungjawaban yang
dapat diterima oleh yang diperintah pada tingkat tertentu.
Legitimasi bisa kuat jika aparatur pemerintah dapat
menunjukkan praktik-praktik pemerintahan yang baik atau good
governance (disingkat: gg). Beberapa prinsip gg seperti supremasi
hukum, transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, pada dasarnya
mengandung nilai-nilai etik yang perlu dijunjung tinggi oleh semua
pihak.
Dari pandangan etika, prinsip ‘supremasi hukum’
mengandung nilai etik setidak-tidaknya berupa ‘ketaatan terhadap
kesepakatan,’ karena hukum itu sendiri merupakan salah satu
bentuk kesepakatan dalam konteks kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Nilai ketaatan terhadap hukum perlu
dimiliki semua pihak, karena dengan itu perilaku masing-masing
7