Page 70 - Jalur Rempah.indd
P. 70
60 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
Sistem perdagangan yang berkembang di Batavia pada dasarnya adalah
sistem perdagangan distribusi, dalam arti komoditi-komoditi dari berbagai
penjuru Asia dikumpulkan di kota pelabuhan ini sebelum disebarkan ke
wilayah-wilayah yang memiliki potensi pasar sehingga dapat mendatangkan
keuntungan besar. Secara garis besar, dimata VOC ada tiga kategori wilayah
69
dimana mereka memiliki kepentingan ekonomi. Pertama; daerah koloni
dimana mereka memiliki kekuasaa teritorial seperti di Srilangka, Malaka,
Batavia, dan Maluku. Kedua; daerah dimana mereka mengikat kontrak khusus
dengan penguasa setempat sehingga diperbolehkan untuk membuka kantor
dagang seperti di Ayuthaya (Siam). Ketiga; daerah dimana mereka harus
berdagang dengan pengawasan dan peraturan yang diterapkan oleh penguasa
lokal seperti di Nagasaki (Jepang), dan Kanton (Cina).
Hingga pertengahan abad ke-17 hampir seluruh keuntungan VOC berasal
dari perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Indonesia bagian barat
(lada) dan Indonesia bagian timur (cengkeh dan pala). Perdagangan rempah-
rempah berhasil dikendalikan dengan baik oleh VOC melalui Batavia dengan
menyingkirkan secara bertahap kota-kota dagang lain di Nusantara yang
menjadi pesaingnya, seperti Malaka (ditaklukkan tahun 1641), Makassar
(1666), dan Banten (1684). Monopoli perdagangan terhadap cengkeh dan
pala dapat dilakukan dengan baik, karena wilayah penghasil kedua komoditi
itu, yaitu kepulauan Maluku dan Banda, berada di bawah kekuasaan VOC
sepenuhnya.
Di tahun 1724 Valentijn menerbitkan karyanya yang memuat catatan
tentang kegiatan perdagangan intra-Asia yang dilakukan oleh VOC melalui
70
pelabuhan Batavia. Dalam catatatan Valentijn negara dan daerah yang
terlibat perdagangan dengan Batavia antara lain adalah: Tanjung Harapan
(Afrika Selatan), Koromandel, Srilangka, Persia, Benggala, Burma, Malaka,
Siam, Tonkin, Cina, dan Jepang. Barang-barang yang diimpor Batavia dari
daerah-daerah tersebut antara lain adalah: koin emas dan tembaga (Jepang),
69 Leonard Blussé, Visible Cities: Canton, Nagasaki and Batavia and the Coming of the Americans (Cambridge:
Harvard University Pressw, 2008), hlm. 34-35.
70 Francois Valentijn seperti yang dikutip dalam Leonard Blussé, “On the Waterfront: Life and Labour Around
the Batavian Roadstead” dalam Haneda Masashi (editor), Asian Port Cities 1600-1800. Local and Foreign
Cultural Interactions (Singapore: NUS Press, 2009),132-134.