Page 25 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 25
Kartini membayangkan gerakan
pendidikan kaum perempuan yang akan
memampukan mereka melaksanakan tugas
membangun masyarakat baru yang lebih baik.
Imajinasi besar ini tidak berhasil diwujudkan
Kartini. Kerja penyelenggaraan pendidikan bagi
perempuan berhasil dilakukan oleh Dewi Sartika,
perempuan aktivis kelahiran 1 Desember 1884.
Pada 1904, Sartika mendirikan
Kaoetamaan Istri, sekolah khusus untuk
kaum perempuan. Sampai 1912, ia telah
membangun sembilan sekolah. Dalam tulisan-
tulisannya, Sartika membahas isu konkret
terkait diskriminasi ekonomi atas perempuan. Ia
mempersoalkan perbedaan upah antara buruh
lelaki dan perempuan. Dalam hal perkawinan,
pandangannya juga maju. Ia mengutuk sistem
poligami sebagai “penyakit gangren” masyarakat
(Wieringa 2010: 117). Lewat sekolah-sekolahnya,
ia ingin membangun angkatan perempuan yang
terlatih melakukan berbagai jenis pekerjaan yang
selama ini dikuasai lelaki.
Geliat sekolah perempuan ini didorong
lagi oleh inisiatif Conrad Theodor van Deventer,
anggota parlemen Belanda yang mendorong
pelaksanaan Politik Etis di Indonesia. Pada
1912, ia mendirikan Yayasan Kartini yang bekerja
menyelenggarakan sekolah bagi kaum perempuan
di Indonesia, kemudian dikenal sebagai “sekolah
Kartini”.
Pada awal abad ke-20, gerakan
perempuan juga merambah pada pembangunan
organisasi perempuan mandiri. Pada 1912, berdiri
25