Page 28 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 28

Peningkatan aktivitas perlawanan terhadap
        penjajah sepanjang dekade 1920-an ikut memberi
        angin bagi kaum perempuan untuk aktif dalam
        politik.  Mereka  aktif  menentang  kolonialisme
        dan berhimpun dalam departemen perempuan
        Sarekat Rakjat, sebuah organisasi pecahan dari
        Sarekat Islam. Anggota perempuan yang terlibat
        dalam Sarekat Rakjat mencapai ribuan jumlahnya
        (Wieringa 2010: 124). Selama pemberontakan
        melawan Belanda pada 1926-1927, mereka
        ikut melakukan perlawanan. Bahkan sebagian
        aktivisnya,  seperti  Moenapsiah  dan  Soekaesih,
        dibuang ke Boven Digul oleh pemerintah kolonial
        menyusul kegagalan pemberontakan itu.
               Dalam     suasana    zaman     dengan
        semangat kebangsaan yang meluap-luap inilah
        diselenggarakan Kongres Perempuan Pertama
        pada 22-26 Desember 1928. Kongres dilangsungkan
        tepat dua bulan setelah Kongres Pemuda Kedua yang
        menghasilkan maklumat Sumpah Pemuda. Inisiatif
        menyelenggarakan Kongres Perempuan Pertama
        datang dari Nyonya Soekonto (Wanito Oetomo), Nyi
        Hadjar Dewantara (Taman Siswa), serta Nona Soejatin
        (Poetri Indonesia). Kongres berlangsung di pendopo
        Dalem Djajadipoeran, Yogyakarta, milik bangsawan
        R.T. Djojodipoero. Gedung tersebut kini kantor Balai
        Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.
               Meski Kongres Perempuan  Pertama
        dihadiri perwakilan 30 organisasi perempuan
        dengan peserta sekitar seribu orang, kongres tidak
        membahas masalah politik. Fokus kongres yaitu
        masalah  pendidikan  dan  perkawinan.  Sejumlah
        pandangan pun disampaikan yaitu :


        28
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33