Page 94 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 94
sosialisasi yang pertama. Secara langsung atau
tidak orang tua, saudara, menularkan stereotip,
prasangka atau kecurigaan kepada “yang lain.” Saya
masih ingat, ketika kecil, pengasuh atau orang-
orang dewasa sekitar saya sering mengingatkan:
“Kamu kan perempuan, jangan ndayak begitu.”
Kata ndayak dalam pemahaman lingkungan saya
waktu itu berkonotasi negatif: berperilaku liar,
ugal-ugalan, dan berpenampilan acak-acakan.
Waktu kecil saya senang naik pohon kesayangan
di kebun, membayangkan diri tinggal di hutan dan
main panah-panahan. Saya kurang suka main
boneka atau masak-memasak. Melalui peringatan
itu, saya diajarkan dua hal. Yang pertama bahwa
sebagai perempuan ada aturan perilaku mana yang
berterima dan mana yang tidak. Yang kedua dan
tidak disadari adalah sosialisasi stereotip tentang
suku Dayak, yang dianggap liar dan primitif.
Dari mana istilah itu datang? Ada banyak
warisan ingatan yang datang dari masa kolonial,
ketika pemukiman terpilah-pilah (Kampung
Ambon, Kampung Bali, Pecinan). Bahkan jika ada
pemberontakan di satu tempat, kelompok etnis
lain didatangkan sebagai “Belanda hitam” untuk
menumpasnya. Orang Cina diberi tugas menariki
pajak manusia digolongkan berdasarkan lapisan,
yang satu lebih tinggi dari yang lainnya. Eropa
di lapisan atas, Timur Asing (Arab, India, Cina,
Jepang) di lapisan kedua, dan “pribumi” di lapisan
terbawah. Tentu kita tidak bisa menumpahkan
kesalahan pada penjajah.
Stereotip memang merupakan mekanisme
otak manusia untuk memahami kelompok orang
94

