Page 91 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 91

Afrika. Di mana ada perang dan situasi konflik, di
            situ pula tubuh perempuan dipertaruhkan.
                    Oleh sebab itu pasca kerusuhan Mei 1998,
            berbondong-bondong perempuan, pegawai kantor
            sampai pedagang kaki lima, perempuan dari
            berbagai kelompok agama dan etnis, menawarkan
            diri  menjadi relawan.  Mereka berkumpul  di
            kantor Kalyanamitra mengumpulkan sumbangan
            pakaian dan makanan, mendampingi korban,
            menjadi fasilitator diskusi di sekolah-sekolah dan
            komunitas. Intinya, mereka tidak rela membiarkan
            kebiadaban terjadi, dan ingin berbuat apa saja
            untuk meringankan penderitaan sesama.
                    Tentu bukan hanya perempuan yang
            tergerak  pada  saat  itu.  Tetapi,  sebagai  sesama
            perempuan, yang secara struktural masih rentan
            mengalami kekerasan, mereka digerakkan oleh
            rasa empati dan solidaritas. Gerakan perempuan
            pasca Mei 1998 yang tergabung dalam Masyarakat
            Anti Kekerasan, pada akhirnya dapat “mendesak”
            pemerintah – pada waktu itu dipimpin oleh Presiden
            Habibie – untuk membentuk Komisi Nasional
            Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Disebut
            juga dengan Komnas Perempuan, lembaga ini
            merupakan institusi negara di bawah pengawasan
            Presiden, yang mempunyai mandat untuk mendata
            dan memberikan masukan terkait kekerasan
            terhadap perempuan di seluruh negeri.

            Ancaman Kekerasan di Masa Kini?

                    Sayangnya,  gerakan  anti  kekerasan
            terhadap perempuan harus terus berpacu dengan


                                                       91
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96