Page 27 - Sejarah-Materi Kelas X XI XII yusufstudi.com
P. 27
D. Dampak di bidang Budaya
Dalam bidang ini, budaya Barat sangat berpengaruh dalam kehidupan rakyat
Indonesia. Kehidupan Barat sedikit demi sedikit berkembang menjadi tata
kehidupan pribumi, mulai dari cara pergaulan, gaya hidup, bahasa dan cara
berpakaian. Sedangkan pada masa penjajahan jepang Jepang mendirikan Keimin
Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga
ini mewadahi aktivitas kebudayaan Indonesia.
E. Dampak pendidikan
A. Pendidikan Pada Masa Kolonial Belanda
Pemerintah kolonial Belanda mempunyai ambisi dan strategi sendiri ketika
menerapkan pola pendidikan modern. Pada awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda
hanya memberikan model pendidikan pada anak bangsa yang berupa sekolah
ongko loro dan ongko siji. Sekolah ini bertujuan agar anak bangsa mendapatkan
pendidikan 1 tahun dan 3 tahun saja, materi yang diberikan berupa ketrampilan
berhitung, membaca, dan menulis sederhana. Hal ini dilakukan karena di satu sisi
pemerintah Belanda ingin mendapatkan tenaga administrasi level bawah yang
bergaji rendah, di sisi lain Belanda tidak ingin memberikan sepenuhnya ilmu
pengajaran dan pengetahuan bagi anak bangsa yang status sosialnya dipandang
rendah. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan persyaratan bagi siswa yang
masuk di sekolah ongko siji dan loro. Syarat utamanya adalah latar belakang
keningratan bagi siswa-siswanya.
Namun setelah munculnya politik etis yang dimotori van Deventer dan Baron
van Hoevel, maka terjadi perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Sistem
sekolah dan kurikulum mengalami banyak perubahan. Semula jenjang pendidikan
terlama di bangku sekolah dasar hanya tiga tahun berubah menjadi 5 (lima) tahun
dan 6 (enam tahun). Model sekolah ini dinamakan schakel school dan HIS (Holland
Inlandsche School). Materi pengajaran mengalami perubahan yang cukup banyak.
Tingkat kesulitan mengalami peningkatan dan tidak setiap anak bangsa bisa
menjadi siswa di sekolah iniMereka yang berasal dari kalangan rakyat biasa tetap
tidak diperbolehkan memasuki jenjang pendidikan HIS. Mereka yang berasal dari
kalangan priyayi rendah, tentu saja harus ngenger dahulu agar dapat diterima
menjadi siswa sekolah ini. Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar dalam
kegiatan belajar di sekolah ini. Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan pula ELS
(Eropesch Lagere School) sebagai sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan China
Lagere School bagi anak-anak keturunan Tionghoa.
Di tingkat lanjut, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan MULO yang
setingkat SMP jaman sekarang. Kurikulum yang dipergunakan semakin lengkap.
Bahasa Belanda tetap menjadi bahasa pengantar. Selain itu diajarkan bahasa
Perancis dan Inggris. Tidak setiap anak bangsa bisa memperoleh pendidikan tingkat
ini. Banyak kendala rasialis dan sosial yang menghalangi anak bangsa untuk
memperoleh kesempatan ini. Jika dibandingkan jaman sekarang lulusan MULO
sebanding kualitasnya dengan lulusan S-1 sekarang. Bagi lulusan MULO maka ia
berhak mendapatkan tempat pekerjaan di struktur kepegawaian negeri maupun
militer pemerintah Kolonial Belanda.