Page 105 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 105
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
Sebagai hasil dari pembicaraan dalam Kongres Wanita Indonesia
ke III tahun 1938 yang tidak menjadi keputusan Kongres, Pemerintah
Hindia Belanda telah memberikan “hak untuk dipilih” (passief
kiesrecht) kepada kaum perempuan. Sehubungan dengan itu telah
dipilih 4 orang perempuan sebagai anggota Dewan Kota (Gemeente
Raad):
1. Ny. Emma Puradiredja di Bandung
2. Nn. Sri Oemiyati di Cirebon.
3. Ny. Sunaryo Mangunpuspito di Semarang.
4. Ny. Siti Sundari Sudirman di Surabaya.
Ketika Komisi Visman dibentuk oleh Pemerintah Hindia
Belanda pada permulaan tahun 1941 untuk menyelidiki keinginan-
keinginan Bangsa Indonesia akan perubahan tatanegara, maka telah
diminta pendapat 2 orang perempuan Indonesia, yaitu: Ny. Sunarjo
Mangunpuspito yang mengajukan tuntutan “Indonesia Berparlemen”
dan Ny. Sri Mangunsarkoro menuntut “Indonesia Merdeka”.
Kongres Perempuan Indonesia ke IV di Semarang bulan Juli
1941, mengusulkan kepada anggota-anggota bangsa Indonesia dalam
Dewan Rakyat (Volksraad), supaya bahasa Indonesia dimasukkan
sebagai mata pelajaran tetap pada semua sekolah Menengah.
Tuntutan “Indonesia Berparlemen” merupakan salah satu putusan
Kongres. Di samping itu Kongres menuntut supaya perempuan
Indonesia diberi hak untuk memilih (actief kiesrecht). Kongres juga
mendukung penolakan GAPI terhadap “rancangan ordonansi wajib
militer terbatas” yang ditawarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Alasan penolakan tersebut ialah karena Perang Dunia II sudah
diambang pintu dan jika wajib militer diadakan, maka berarti bahwa
putra-putra Indonesia yang baru atau sedang dilatih sudah harus
berhadapan dengan tentara Jepang yang jauh lebih tangguh.
73 73