Page 104 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 104
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
Kongres Perempuan Indonesia memegang teguh cita-cita
kesatuan dan persatuan, antara lain terlihat ketika pemerintah Hindia
Belanda menawarkan rancangan ordonansi perkawinan tercatat
tahun 1937. Menurut rancangan ordonansi tersebut, bagi mereka
yang mencatatkan perkawinan mereka secara sukarela, setelah
dilangsungkan perkawinan, berlaku asas monogami. Meskipun
sebagian besar organisasi perempuan yang tergabung dalam Kongres
Perempuan Indonesia dapat menerima rancangan ordonansi
tersebut, namun karena ada sebagian yang tidak menerimanya dan
karena ditolaknya juga oleh golongan Islam, maka Kongres tidak
mengeluarkan pendapatnya, demi persatuan dan kesatuan dalam
pergerakan perempuan Indonesia. Dalam kenyataannya pemerintah
Hindia Belanda menarik kembali rancangan ordonansi tersebut.
Pada tahun 1937 atas usaha beberapa perkumpulan perempuan
didirikan “Komite Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak-anak
Indonesia” (KPKPAI). Komite tersebut bertujuan memberikan
perlindungan kepada perempuan dan anak-anak dalam perkawinan,
merencanakan suatu peraturan perkawinan dan mendirikan biro
konsultasi. KPKPAI yang semula berdiri sendiri, pada Kongres
Perempuan Indonesia ke III di Bandung bulan Juli 1938, dijadikan
suatu badan dan Kongres dengan nama “Badan Perlindungan
Perempuan Indonesia dalam Perkawinan” (BPPIP).
Kaum perempuan Indonesia juga ikut serta dalam Perkumpulan
Pemberantas Perdagangan Perempuan dan Anak-anak/P4A
(Blankburn, 2004:174). Kongres P4A yang diadakan dalam bulan
April 1940, mengusulkan supaya perempuan Indonesia juga menjadi
anggota polisi kesusilaan.
Untuk memajukan kaum perempuan Indonesia, didirikan
“Badan Pemberantasan Buta Huruf” (BPBH) di kalangan perempuan
dewasa untuk mendidik perempuan Indonesia menjadi Ibu Bangsa.
Dengan demikian diharapkan akan tumbuh generasi baru yang lebih
sadar akan kebangsaannya.
72
72