Page 51 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 51
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
Status sama dalam konteks kemanusian dan status beda dalam
konteks fungsional ini merupakan bagian dari kenyataan adanya
persatuan dan kesatuan yang harmonis. Namun sayangnya, menurut
Abdurrahman Wahid (dalam M. Mansyur Amin (ed), 1992:6),
pembedaan fungsional itu sering kali tidak dilihat dan dianggap
pembedaan derajat. Padahal, derajat manusia itu setara dan akan
selalu setara dalam konteks kemanusiaannya.
Kenyataan adanya kesetaraan derajat dan perbedaan fungsi
antara perempuan dan laki-laki inilah yang sempat ditekankan
Soekarno dalam artikelnya yang berjudul “Kongres Kaum Ibu”.
Artikel yang pertama kali diterbitkan Soeloeh Indonesia Moeda itu
berisi pendapat Soekarno mengenai rencana untuk mengadakan
kongres perempuan. Dalam pendapat itu terdapat analogi seekor
burung untuk mewakili pergerakan nasional. Satu sayapnya adalah
laki-laki, dan satunya lagi adalah perempuan, burung tersebut tidak
akan bisa terbang apabila salah satu sayapnya lemah atau patah
(Brown, 2004:9).
Analogi yang digunakan Soekarno itu menyatakan bahwa dalam
kesamaannya sebagai sayap, laki-laki dan perempuan memiliki
derajat yang sama walau posisinya berbeda dalam memerankan
fungsinya masing-masing. Jika laki-laki dan perempuan tetap
harmonis dan mampu bersinergi dalam memaksimalkan potensi
masing-masing, maka harapan atau tujuan mereka akan berpotensi
menjadi kenyataan.
Adapun tujuan paling urgen waktu itu adalah mengusir penjajah.
Sebab penjajahlah yang menjadi sumber malapetaka faktual yang
akan selalu menjadi pangkal segala permasalahan, termasuk
permasalahan yang membelit perempuan dan laki-laki.
19 19