Page 56 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 56

Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
                                       Perempuan  dalam  Gerakan Kebangsaan
               menjalankan kewajibannya untuk mendampingi dan melindungi
               semangat suaminya dalam menjaga keutuhan rumah-tangga.

                   Bagi ibu-ibu dari kalangan bangsawan lokal, mungkin tidak
               sampai harus jungkir balik dalam menjalankan perannya sebagai
               perempuan atau ibu rumah-tangganya. Peran mereka masih lumayan
               utuh dan stabil jika dibandingkan para perempuan dan ibu-ibu rumah-
               tangga dari kalangan rakyat jelata yang miskin dan harus berkubang
               dalam ketidak-stabilan ekonomi dan emosi. Perempuan dan ibu-ibu
               semacam inilah yang terpaksa menjalankan peran ganda; menjalankan
               kewajibannya sendiri dan membantu kewajiban laki-laki atau suami.

                   Meski telah menjalankan peran ganda, tidak jarang bagi mereka
               yang mendapat perlakuan kurang baik dari suaminya. Mulai dari
               objek pelampiasan  amarah akibat suatu masalah hingga dimadu
               ataupun dicerai oleh suaminya secara sepihak. Sungguh miris, tragis,
               dan ironis nasib kaum ibu dan perempuan pada masa itu.

                   Mereka telah menjadi korban ketidak-adilan dan gangguan
               kesetaraan dari kompleksitas sumber-sumber permasalahan. Mulai
               dari penjajahan yang dilakukan kolonial Belanda hingga penjajahan
               status dasarnya sebagai ibu atau perempuan yang berhak merdeka
               dan nyaman dalam menjalankan peran-peran fungsionalnya.
                   Realitas faktual semacam inilah yang akhirnya menggerakkan
               kesadaran seorang perempuan dari kalangan bangsawan di Jepara,
               Jawa Tengah. Sosok perempuan yang bernama Kartini dengan gelar
               Raden Ajeng (RA) di depan namanya itulah yang akhirnya semakin
               intens dalam merenungi keprihatinannya pada nasib Ibu-Ibu rumah-
               tangga.

                   Di antara tumpukan keprihatian-keprihatinannya itu, Kartini
               semakin terdesak pada pemahaman bahwa dirinya tidak bisa berbuat
               banyak untuk mencari dan menawarkan solusi secara langsung.
               Walau putri bangsawan dan sama-sama perempuan, beliau terbatas



                                             24
                                             24
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61