Page 57 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 57
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
pada ruang-ruang kebangsawanannya sekaligus cegatan dana yang
dibutuhkan dan ancaman kolonial Belanda yang siap menyekap.
Pemahaman seputar kuatnya rintangan dan tantangan itulah
yang menyebabkan Kartini hanya mampu menyalurkan
keprihatinannya dalam lembaran-lembaran surat. Melaui surat-surat
yang dibuat untuk teman-temannya di Eropa itulah, sosok yang satu
ini bergerak secara diam-diam untuk mencari solusi permulaan
hingga lanjutan dari hasil korespondensi yang diinginkan. Sebab
Kartini masih memahami bahwa kaum ibu dan perempuan di negeri
ini perlu mendapat bantuan agar mampu melepaskan diri dari nasib
buruk selama ini dan yang masih mengintai.
Kaum Ibu atau perempuan adalah manusia yang sama-sama
punya derajat setara dengan manusia-manusia lainnya. Mereka
berhak mendapat keadilan, ketenangan, kenyamanan, dan kepuasan
dalam menjalani kehidupan. Mereka dapat menjalankan peran
dasarnya sebagai perempuan karena sudah menjadi kodrat bawaan
sejak dilahirkan. Oleh sebab itu, keseluruhan kemampuan kaum
perempuan harus diarahkan menjadi ibu yang ideal agar bisa
menjalankan fungsinya dengan baik sehingga akan mendapatkan
sebutan sebagai perempuan utama (Amina Wadud Muhsin, 1994: 84).
Jalan yang harus ditempuh dalam mencapai tataran perempuan
utama, yaitu mampu mencapai moring kawula Gusti artinya
bersatunya hamba dengan Tuhan. Sarananya yaitu melalui latihan-
latihan batin, seperti senantiasa bersikap titi, teteg, tata, dan ngati-
ati serta menghilangkan sifat-sifat tercela yang disebut dengan panca
driya, yakni cengil sengitan, panasten, kemeren, dahwen,
kumingsun, ewan cekak, dan rupak.
Berbakti kepada ayah ibu dengan cara mensucikan diri melalui
sikap eneng-ening, awas eling dalam hati dan patuh kepada guru
dengan cara menghilangkan prasangka yang tidak baik juga
merupakan sarana dalam mendapatkan kepercayaan manusia dan
25 25