Page 55 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 55
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
Orang-orang di berbagai daerah yang sama-sama ingin mengusir
Penjajah Belanda pun mulai melakukan penggalangan persatuan
melalui lorong-lorong pertemuaan hingga membentuk kelompok-
kelompok kecil. Mereka saling membagi tugas penjagaan dan
perawatan persatuan alami itu dengan berupaya mengembangkan
kualitas dan kuantitas keanggotannya. Walau demikian, mereka tetap
menjaga beragam bentuk dan strategi perlawanan yang sudah ada,
terhadap Penjajah Belanda.
Gerakan mengelola strategi perlawanan secara “diam-diam” dan
diorganisir oleh beberapa orang itu memang masih sederhana dan
didominasi oleh kaum laki-laki saja. Adapun kaum perempuan seolah
diharuskan untuk diam, tenang, dan menuruti perintah kaum laki-
laki atau suami agar tetap di rumah, menjaga keluarga, dan melayani
suami. Hal ini hampir dialami oleh tiap-tiap kaum perempuan atau
ibu yang ditinggal suaminya untuk mengusir penjajah, dipaksa
menjadi budak penjajah, atau pergi mencari nafkah yang hasilnya
tidak dapat mensejahterakan keluarganya di rumah.
Realitas kehidupan semacam ini sudah sekian lama terjadi dan
terpaksa dijalani kaum perempuan seolah tanpa masalah. Ketika
kaum ibu ingin meronta dan komplain kepada suaminya, saat itu
juga mendapat jawaban atau terbentur kesadaran bahwa hubungan
antara harapan dan kenyataan suaminya untuk mensejahterakan
keluarga nyaris tiada. Maka bagi ibu-ibu yang masih mampu setia
dan mau menerima kenyataan yang ada, mereka tetap memper-
tahankan keutuhan berkeluarga dan membantu kewajiban suaminya
dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Mereka mulai bergerak atas inisiatif sendiri-sendiri untuk turut
menutup kebutuhan rumah tangga keluarga, namun tetap berusaha
menjaga, mendampingi, dan memberikan pendidikan ala kadarnya
kepada semua anak-anaknya. Lain dari itu semua, mereka juga
23 23