Page 62 - Buku Metodologi Kepelatihan Olahraga
P. 62
56 Metodologi Latihan Olahraga
emosi dan frustasi, siap dan mampu menerima kegagalan secara intelegen. Sebaliknya,
sering dijumpai sikap moral yang muncul dan tidak menguntungkan bagi atlet maupun
team. Contoh: selalu mengeluh, bersungut-sungut, berpura-pura sakit, menyalahkan
orang lain, sikap harga diri yang tidak pada tempatnya, marah-marah, merasa paling
baik, berkilah bahwa alat-alat dan lapangan tidak bagus.
Sportivitas
Perilaku yang paling ideal dalam kegiatan olahraga yang harus ditanamkan
kepada atlet adalah sportifitas. Sikap ini harus diwujudkan dalam pertandingan antara
lain: akan selalu bermain sebaik-baiknya tanpa menunjukkan sikap menganggap
rendah kemampuan lawan meskipun lawan secara relatif kemampuan mereka lebih
rendah; dan tidak mabuk kemenangan bila sedang menang. Sebaliknya, tidak berkecil
hati dan putus asa karena lawan mempunyai kemampuan lebih tinggi, dan harus
―legowo‖ menerima kekalahan bila sedang kalah. Berjiwa ksatria dalam ke-menangan
maupun pada waktu menderita kalah. Berani untuk ―mulat sariro‖ (introspeksi), dan
akan selalu siap menerima saran dan kritik, berusaha untuk memperbaiki kesalahan
dan kekurangan, menyempurnakan kemampuan yang telah diperoleh. Bila semua yang
ikut bertanding bersikap dan melakukan hal tersebut di atas, akan tidak ada rasa terhina
atau rasa malu bila kalah, tidak ada kesombongan bagi yang menang. Olahragawan
sejati biasanya berharap lawan bermain sebaik mungkin dan tidak senang bila lawan
tidak bermain sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannya (Budiwanto: 2004).
Olahragawan Sejati (Fair play – Sportmanship)
Menang dalam bertanding adalah tujuan yang harus dicapai setiap atlet yang
bertanding. Sikap berusaha untuk menang ini harus ditanamkan kepada atlet, namun
menang dalam batas-batas sportifitas sesuai dengan peraturan permainan dan
pertandingan, bukan menang dengan segala cara. Tidak jarang, arena pertandingan
atau perlombaan berubah menjadi arena perkelaian, bermain kasar dan curang, peserta
pertandingan tidak lagi memperhatikan peraturan maupun etika yang ada dalam
olahraga. Hal itu terjadi karena mereka berusaha menang dengan cara apapun,
―pokoknya menang‖. Lawan bertanding dianggap sebagai musuh dalam perang, yang
harus dikalahkan, disakiti dan dihancurkan. Kasus lain yang terjadi dalam suatu
pertandingan kelompok umur suatu cabang olahraga, meskipun sudah ada peraturan
permainan tetapi masih sering ditemukan kasus mencuri umur. Yang sangat
56