Page 179 - Toponim sulawesi.indd
P. 179

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  165

                       Valentijn menyatakan dalam catatannya berdasarkan laporan Serdadu

                 VOC bahwa tanah di sekitar Palu cukup subur. Serdadu VOC itu juga tidak
                 menyebutkan keberadaan wilayah pedalaman, seperti Napu, Bada dan Besoa,

                 masa itu disebut sebagai daerah penghasil emas dan fuya. Di Bada dikenal
                 dengan sebutan “Ranta,” sementara di Behoa disebut “Inodo,” di Napu
                 dikenal dengan sebutan “Hampi,” di Kulawi disebut dengan nama “Kumpe.”
                                                                                      6
                 Woodard memberi komentar mengenai kain tenunan serta benang buatan
                 Donggala, sedangkan di daerah pedalaman juga dikenal sebagai penghasil

                 pakaian yang terbuat dari kulit kayu (fuya). Adapun pohon yang baik sebagai
                 bahan untuk pembuatan  fuya,  yakni:  Umayo, Ambo, Tea,  Impo, Bunta,
                 Leboni, Kampendo, Nunu  dan  Wantja. Fuya yang diproduksi, terutama di

                 daerah pedalaman juga diekspor hingga ke Jawa dan pulau-pulau lainnya.
                 Fuya juga dimanfaatkan sebagai tirai tidur (kelambu) dan kertas. Pada masa
                 selanjutnya juga dimanfaatkan dalam industri pembuatan kapal.


                       Menurut cerita turun-temurun, di sebelah Barat terdapat permukiaman
                 tua, tepatnya Ganti (dulu Pudjananti). Dahulu kala, permukiman yang
                 kini jadi kota masih merupakan laut teluk. Konon, air laut sampai di Ganti,

                 sehingga pelabuhan lama berada dalam teluk yang kini jaraknya 2 kilometer
                 lebih dari Pelabuhan Donggala sekarang. Masyarakat Donggala dan Ganti
                 sendiri mempercayai hal itu. Apalagi di Ganti juga ada tempat bernama

                 “Langgalopi” yang dalam bahasa Bugis Donggala berarti “galangan perahu
                    Finnish Antropological Society, 1992), hlm. 47; Syakir Mahid, Dkk (Ed). Sejarah
                    Sosial Sulawesi Tengah (Yogyakarta: Kerjasama Disbudpar Provinsi Sulawesi Tengah
                    dengan Pusat Penelitian Sejarah, dan Pilar Media, 2009), hlm. 106; Reid. “Pluralisme
                    dan Kemajuan Makassar Abad ke-17” dalam Roger Tol, dkk., (ed). Kuasa dan Usaha
                    di Masyarakat Sulawesi Selatan. (Makassar: Inninawa dan KITLV, 2009); Masyuddin
                    Masyuda. Peranan Keramik Asing Khususnya di Lembah Palu Sulawesi Tengah (Palu:
                    Proyek Pengembangan Permuseuman Sulawesi Tengah, 1981); Mohammad Sairin,
                    “Dunia Maritim Teluk Palu Masa Prakolonial,” Jurnal Midden Celebes, Volume I,
                    nomor 1 2012, hal. 5-24.
                 6   Haliadi, Tinggalan Artifact (Heritage) Sulteng Bukti Bangsa Beradab dalam Mendukung Pembangunan
                    Budaya, Makalah dipresentasikan dalam Acara Sosialisasi Benda Cagar Budaya Oleh Dinas Pariwisata
                    dan Kebudayaan Kabupaten Donggala di Donggala, tanggal tanggal 23 Maret 2016.
   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184