Page 181 - Toponim sulawesi.indd
P. 181

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  167

                 tepatnya di Kerajaan Sigi dikenal sebagai raja perempuan pertama di kerajaan

                 itu. Cuma saja dalam kitab tersebut, Nyilina Iyo dimaksud adalah seorang
                 laki-laki sebagai  raja Sunrariaja. Pudjananti, merupakan  salah  satu  dari  tiga

                 kerajaan tua di Sulteng se-zaman Majapahit dan Singasari, yakni Kerajaan
                 Banggai (Benggawi) dan Sigi. Dalam tulisan almarhumah Andi Mas Ulun
                 Parenrengi (13 Tokoh Sejarah Dalam Pemerintahan Kerajaan Banawa) yang

                 belum diterbitkan, menjelaskan: Pudjananti mengalami masa kejayaan antara
                 1220-1485. Kemudian menjadi cikal-bakal terbentuknya Kerajaan Banawa

                 Donggala dengan raja pertama, seorang perempuan, bernama I Badan Tassa
                 Batari Bana, (1485-1552). Kedua juga perempuan; I Tassa Banawa (1552-1650),
                 ketiga masih perempuan, I Toraya (1650-1698).


                       Bahkan  kapal pedagang Portugis  pernah  menyerang bandar  ini,
                 untuk dikuasai, sehingga terjadi saling serang antara pihak kerajaan dengan
                 Portugis tahun 1669 di masa pemerintahan raja La Bugia Pue Uva dan dapat

                 mempertahankannya. Sebelumnya pedagang dari Gujarat (India), Arab dan
                 Cina sudah sering mendatangi kota itu. Mereka membawa barang-barang
                 untuk  dijual  dan sebaliknya membeli hasil  bumi  berupa: rotan, damar,

                 kayu cendana,  dan  repah-rempah. Kemudian pedagang Gujarat tahun
                 1767 mulai memperkenalkan cara menenun kain sutra yang kini dikenal
                 sarung Donggala yaitu pada  masa pemerintahan raja Banawa I Sabida

                 (1758-1800). Josep Condrad, misalnya seorang pengarang berkebangsaan
                 Inggris kelahiran Polandia, menjadikan Donggala sebagai salah satu tempat

                 penjelajahan Nusantara (1858-1924) dan sempat menjalin persahabatan
                 dengan La Sabanawa I Sangalea Dg. Paloera, raja Banawa ke-7 (1845-1888).

                       Pemerintah Hindia Belanda yang akhirnya menguasai penuh bandar

                 ini  setelah  sejak lama  melakukan penaklukan  dengan  memaksa  raja
                 menandatangani  berbagai perjanjian, salah  satu cara penaklukan halus.
                 Raja Banawa ke-VI, I Sandudongie, tahun 1824 terpaksa menandatangani

                 kontrak  dengan Pemerintah  Belanda, demikian  pula  kerajaan-kerajaan
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186