Page 186 - Toponim sulawesi.indd
P. 186

172    Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi


               melainkan  terdiri  atas beberapa kelompok yang dimulai  pada  tahun

               1890-1905. Gelombang kedatangan yang berikutnya lebih banyak, karena
               mereka  mendengar bahwa  pelabuhan  Donggala  dan Wani  merupakan

               pusat perekonomian di Lembah Palu, khusus Pelabuhan Donggala dikenal
               sebagai pusat bongkar muat rempah-rempah. Gelombang ketiga sebagian
               besar adalah para pedagang sekaligus muballiq untuk menyebarkan Islam.

               Mereka kembali memilih Wani sebagai pusat kegiatan mereka. Walaupun
               demikian, Donggala dan Palu menjadi pusat aktivitas mereka setelah tahun

               1890. Mereka mulai bersentuhan dengan Raja-Raja Palu.
                                                                    9
                     Tiga gelombang kedatangan orang Arab menandakan tiga hal
               penting, yaitu  pertama, Teluk Palu pada dasarnya telah menjadi  salah

               satu bagian penting jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat
               Makassar. Apalagi pada paruh  kedua abad ke-19,  beberapa pelabuhan
               kecil atau dalam kategorisasi  Konikling  Paaketpart  Maschavij  (PKM)

               disebut Port Reede (Pelabuhan Kecil) seperti Wani dan Donggala. Kedua,
               keberadaan pelabuhan-pelabuhan telah melahirkan kota-kota pesisir yang
               menjadi pusat-pusat perdagangan masyarakat. Masyarakat Islam sebagai

               salah satu komunitas masyarakat yang plural juga ikut menjadi penentu
               perkembangan sebuah kota.


                     Kota Donggala dengan  pelabuhan  Reede-nya telah  menyebabkan
               kedatangan para pedagang dan Muballigh Arab ke Lembah Palu. Ketiga,
               peran ganda  yang dilakoni  oleh  Orang Arab, yakni sebagai  pedagang

               sekaligus sebagai muballigh. Sehingga  mereka  dapat  diterima oleh
               penduduk  Lembah  Palu.  Peran  ganda  seperti ini  sangat  memudahkan
               Orang Arab beradaptasi, dan berbaur dengan masyarakat lokal. Walaupun

               telah terjadi pembauran yang  cukup lama,  lebih  dari satu abad, tetapi
               mereka tetap eksis dengan karakter budaya mereka sendiri. Oleh karena
               itu, memuculkan sebuah anggapan bahwa mereka ekslusif. Tulisan ini akan

               9   Popy Pusadan, Orang Arab di Palu Sulawesi Tengah, Skripsi Sejarah FKIP UNTAD
                   2005., hlm. 85.
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191