Page 201 - Toponim sulawesi.indd
P. 201
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 187
Tengah. Nama Don Nggolo adalah seorang kapten kapal luar yang pernah
berlabuh di wilayah Donggala. Sementara “Tun Chia La” merupakan nama
yang diberikan oleh pedagang-pedagang Cina yang menjadikan Donggala
sebagai salah satu tujuan perdagangan dan perniagaan. Dunggali adalah
nama yang ditampilkan oleh Peta tua yang dibuat tahun 1805 oleh David
Wodaard. Pada akhirnya, kata Donggala adalah nama pohon yang banyak
tumbuh di wilayah Donggala, serta kata banawa adalah nama Raja yang
pernah berkuasa di wilayah ini sebagai Raja di Kerajaan Banawa. Toponimi
Donggala, mulai dari Don Nggolo hingga Donggala memperlihatkan bahwa
interaksi Donggala dengan dunia luar turut mempengaruhi perubahan nama
dan perubahan-perubahan status daerah ini sebagai sebuah Kota Pantai
di Indonesia. Sementara itu, Kota Donggala sesungguhnya juga adalah
Kota Banawa diambil dari nama Raja pertama yang bernama Tasa Banawa
yang memerintah di Kerajaan Banawa tahun 1485 sehingga tahun 1552.
Sekarang ini Kota Pantai Donggala dikenal sebagai Banawa sebagai ibukota
pemerintahan Kabupaten Donggala yang ditetapkan sejak tahun 1995.
Masa keemasan perdagangan di Kota Donggala terjadi pada masa
kolonial hingga tahun 1970-an. Sejak pedagang Cina hingga VOC melakukan
kontak dagang di Donggala pada sekitar paruh tengah abad ke-18. Puncak
perdagangan di Donggala tahun 1950-an adalah perdagangan kopra ke
Surabaya dan booming di tahun 1970-an. Masa keemasan Kota Donggala
sebagai kota pantai yang dinamis dan aktif di masa lalu, sekarang ini tinggal
sebuah kenangan saja karena beberapa fasilitas umum yang dulunya ramai
sekarang ini telah menjadi sunyi. Gudang Kopra dan kantor Yayasan Kopra
tinggal menjadi gedung-gedung yang bisu. Gedung Perkatoran baru di
Perbukitan Donggala hanya dikunjungi oleh pegawai pada saat jam kantor
dan mereka kebanyakan tinggal di Kota Palu. Rumah-rumah orang Arab
yang besar di depan Pelabuhan lama Donggala tinggal menjadi saksi bisu
kebesaran masa lalu, sekarang ini tidak diperhatikan lagi, yang harusnya
dijadikan sebagai benda Cagar Budaya yang dapat bernilai sejarah.