Page 249 - Toponim sulawesi.indd
P. 249
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 235
Pada tahun 1903, Frits Sarasin menulis Reise von der Mingkoka Bai
nach Kendari Sudost Celebes. Selanjutnya, seorang misionaris Belanda Albert
C. Kruyt menyebut Sulawesi Tenggara dalam tulisannya yang berjudul “Een
en Ander over de Tolaki van Mekongga (Zuidoost Celebes)” tahun 1922.
Beberapa catatan itu menjelaskan bahwa wilayah Buton terletak di sebelah
Tenggara pulau Sulawesi. Buton tergabung dengan daerah lainnya yang masih
dalam jazirah yang sama yakni, Kendari dan Muna.
Sejak saat itu Buton sudah dikenal sebagai suatu unit geografis
secara historis. Wilayah tersebut pada waktu itu hampir seluruhnya
dikuasai oleh Kesultanan Buton, kecuali Kolaka yang tergabung dalam
Afdeling Luwu. Penguasa daerah Buton berdasarkan catatan sejarah
adalah Kerajaan Buton. Kerajaan Buton (Kesultanan Buton) menguasai
Sulawesi Tenggara hingga awal abad ke-20. Kerajaan Buton merupakan
salah satu kerajaan paling dominan yang mewarnai perkembangan
ekonomi, sosial, dan budaya sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-20.
Intitusi kesultanan Buton yang bertahan hingga awal abad XX telah
menjamin kelangsungan dan perubahan yang terjadi di dalam kota Buton.
Hanya saja kondisi pusat kota dan pemerintahan di dalam benteng tidak
berkembang seperti yang terjadi di luar benteng, yakni kota Bau-Bau yang
jauh lebih dinamis berkembang.
5.1.2 Perkembangan Kota Buton sebagai Kota Tradisional
Tradisi lisan menyebutkan bahwa pemukiman awal masyarakat di
pulau Buton dibangun oleh empat pendatang dari Johor (Melayu) pada awal
abad XV. Keempat orang yang mendirikan perkampungan ini dinamakan
empat manusia pertama atau dalam bahasa setempat disebut mia
pantamiana. Pemukiman baru yang dibangun itu dikenal dengan nama Welia.
Pada masa kemudian wilayah ini berkembang menjadi empat perkampungan
yakni Baluwu, Gundu-gundu, Peropa, dan Barangkatopo. Dalam bahasa
setempat dikenal dengan istilah pata limbona (empat kampung) dan setiap