Page 311 - Toponim sulawesi.indd
P. 311
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 297
Seiring dengan dominasi pemerintah kolonial Belanda di Kolaka, maka
pembangunan kota diarahkan perluasan infrastruktur yang menghubungkan
antara pantai dan sumber-sumber ekonomi yang menguntungkan. Pantai
menjadi pusat karena pantai sebagai ruang ekonomi yang dinamis.
Pengangkutan barang melalui laut, selain murah, juga mudah dilakukan
dengan membangun pelabuhan. Pola pikir pemerintah kolonial ini sejalan
dengan pengembangan perusahaan pengangkutan dari hindia Belanda
ke Eropa sejak awal abad awal abad XX sampai akhir masa kolonial, yakni
Koninklijke Paketvaat Maatschapij (KPM). Pergudangan banyak didirikan di
sekitar pelabuhan dan jaringan jalan kota ditata dengan konsep kota yang
memiliki jalan yang lebar dan baik. Rumah sakit, klinik, gereja, pos militer,
perkantoran, dan pasar dibangun dengan baik oleh pemerintah kolonial
dengan harapan perlindungan bagi pemerintah dan menambah pendapatan
pemerintah kolonial dari sektor pajak. Periode ini menandai pembangunan
infrastruktur kota Kolaka yang relatif masif dibanding periode sebelumnya.
Fase ketiga berlansung pada masa Jepang (1942) sampai 1960an.
Periode ini yang tampak ke permukaan adalah konflik (kekacauan),
tetapi makna terbesarnya adalah “konsolidasi demografi “(penduduk).
Dengan kekacauan ini, masyarakat (kota dan desa) bersama-sama dengan
pemerintah menyadari pentingnya integrasi antar elemen bangsa untuk
mencapai cita-cita bersama sebagai masyarakat Indonesia yang merdeka
(17-08-1945) dan pada level lokal, kesadaran dan kebersamaan menjadi
satu kesatuan adalah hal paling penting. Kekacauan di daerah berhasil
diamankan, karena kesadaran masyarakat yang menginginkan keteraturan
dan kebersamaan. Penataan kembali daerah secara administratif
dan tuntutan otonomi daerah yang diakomodasi pemerintah melalui
Kementrian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menjadi bukti adanya
kesadaran bersama masyrakat Indonesia pada waktu itu. Periode ini tidak
banyak infrastruktur yang dibangun, kecuali untuk kepentingan sosial
Integrasi” (Universitas Indonesia, 1997).