Page 309 - Toponim sulawesi.indd
P. 309
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 295
mendorong orang-orang Bugis mencari daerah baru (out migration) yang
lebih aman, dan salah satu wilayah tujuannya adalah Kolaka. Demikian
halnya dengan upaya Bone untuk menguasai Kolaka yang selalu dihalangi
oleh Luwu. Luwu menjadikan Kolaka sebagai pintu pertahanan terdepan.
Hal itu nampak pada raja-raja yang berkuasa di Mekongga (Kolaka) yang
berasal dari Luwu. Wilayah Kolaka masuk sebagai “palili atau vassal staat
(daerah bawahan) dari Kerajaan (Kedatuan) Luwu dan terus berlanjut
hingga tahun 1942 dan kembali dimasukan dalam wilayah swapraja Luwu
hingga menjelang akhir tahun 1959. Periode antara tahun 1942 sampai
1947, Kolaka masuk dalam wilayah Bungkun (setingkat Swapraja) Buton
dan Laiwui.
Kekacauan yang mendorong pertambahan penduduk masuk
dan keluar dari dan ke Kolaka terjadi pasca kemerdekaan, yakni ketika
gangguan keamanan yang berlabel Gerakan Perlawanan DI/TII di Sulawesi
berlangsung. Periode ini dapat dikatakan sebagai periode konsolidasi
demografi di Sulawesi (Selatan dan Tenggara, termasuk di Kolaka) di mana
penduduk didata dan diarahkan bermukim di kota dan dekat jalan raya
untuk memudahkan akses, pengawasan, dan pengamanan oleh militer
yang melakukan penyelematan (operasi) secara militer dalam rangka
menghentikan kekacauan di wilayah itu. Kekacauan pada periode ini
berdampak pada pernambahan fasilitas dan infrastruktur kota.
Fasilitas dan infrastruktur kota yang dibangun pada periode ini
adalah penambahan fasilitas perkantoran, telekomunikasi radio, perbaikan
struktur jalan raya, pembangunan jembatan, dan pembangunan jalan baru
untuk akses penduduk dan komoditas. Kantor bea cukai juga dibangun,
pasar diperbaiki, pelabuhan, fasiltas pendidikan (sekolah), rumah sakit,
rumah ibadah, dan penyediaan listrik bagi warga kota Kolaka. Infrastruktur
dan fasilitas kota yang dibangun itu menjadi dasar pengembengan kota
Kolaka pada masa-masa sesudahnya.