Page 308 - Toponim sulawesi.indd
P. 308
294 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
daerah yang banyak didatangi oleh para pedagang dari berbagai wilayah.
Salah satu produk yang penting dari Kolaka adalah pertambangan nikel yang
dieksport melalui pelabuhan Kolaka. Selain itu, nikel juga diperdagangkan
78
dalam skala kecil. Kenyataan ini ikut mendorong geliat aktivitas ekonomi
Kolaka melalui perdagangan yang berdampak pada perkembangan kota,
seperti pertambahan demografi, heterogenitas etnik, perluasan morfologi,
dan perluasan infrastruktur Kota Kolaka.
Kota Kolaka memiliki posisi geografis yang trategis dalam perdagangan
nikel di Luwu. Dalam peta di bawah ini menunjukan bahwa posisinya di
pintu masuk ke pusat produsen nikel di Luwu (Palopo). Posisi ini memberi
kesempatan yang luas bagi untuk berkembang. Kolaka mengambil
keuntungan sebagai tempat persinggahan rutin bagi kapal dan perahu yang
melakukan perdagangan ke Luwu. Sebaliknya, apabila para pedagang itu
kembali dari Luwu, mereka bisa menyiapkan dan memenuhi kebutuhan
perdagangan dan pelayarannya di Kolaka. Posisi Kolaka yang demikian
seperti ruang transit para pedagang dan pelayar sebelum dan sesudah
melakukan transaksi dengan Luwu. Pada saat yang sama, Kolaka memiliki
79
kesempatan memperkenalkan dan menjual komoditas dari wilayahnya.
Keuntungan ganda inilah yang mendorong pesatnya perkembangan kota
Kolaka. Hal itu sejalan dengan pemikiran ahli bahwa pertumbuhan dan
perkembangan kota sejak abad XIX sampai medio abad XX dipengaruhi
oleh peningkatan produksi dan pemasaran komoditas-komoditas tertentu.
Dalam kasus Kolaka, Beras, kerbau, coklat, rotan, dan nikel memberi
pengaruh penting dalam perkembangan Kota Kolaka.
Konflik dan migrasi masuk (in-migration) dan migrasi keluar (out
migration) juga memberi kontribusi pada perkembangan kota. Kekacauan
yang terjadi akibat konflik Bugis-Bone dan Makassar sejak abad XVII telah
78 Ibid., hlm. 19.
79 F.J.W.H. Sandbergen and D.G Stibbe, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indiá, Zevende Deel
( ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1935).