Page 36 - Toponim sulawesi.indd
P. 36
22 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
dinamakan benteng Ujung Pandang. Benteng ini saat ini lebih populer
dengan nama Fort Roterdam. Sejak pemerintahan VOC sampai Kolonial
Belanda, benteng Ujung Pandang dijadikan sebagai pusat pergudangan,
perumahan, dan pemerintahan. Kekuasaan pemerintah kolonial di Sulawesi
dijalankan di dalam benteng ini. Di sejumlah sudut benteng terdapat
bastian yang menunjukan tempat tinggal tamu pemerintah berdasarkan
asal kesultanannya, seperti Bastian Bone, Buton, Mandarsyah (Ternate),
dan sebagainya. Di dalam benten juga adala tempat penjara Pangeran
Diponegoro ketika diungsikan ke Makassar. Lokasi benteng yang dekat
dengan pelabuhan menjadi indikasi kuat bahwa kepentingan utama
Belanda menguasai Ujung Pandang adalah memperlancar sirkulasi ekonomi
dan mempercepat pertumbuhan keuntungan dan keuangan VOC. Hal yang
sama juga dilakukan pada masa Kolonial Belanda. 8
Pada masa kekuasaan Jepang di Indonesia, nama Makassar sebagai
sebuh kota tetap dipakai sebagai ibukota propinsi Sulawesi. Hal itu terus
berlangsung hingga awal kemerdekaan. Pada masa NIT sesuai Staatsblad
1947 No. 21 jo. Staatsblad N.I.T. tahun 1949 No. 3, nama Makassar tetap
dipertahankan hingga tahun 1971. Peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 51 tahun 1971 mengubah kembali nama kota Makassar menjadi
kota Madya Ujung Pandang dengan perluasan. Wilayah kota diperluas dan
mengambil sebagian wilayah Gowa, Maros, dan Pangkajene. Akibatnya,
wilayah kota Ujung Pandang menjadi sangat besar dibanding wilayah
sebelumnya. Perluasan wilayah ini tidak lepas dari perkembangan demografi
kota yang terus mengalami peningkatan dan pada saat yang sama kebutuhan
warga kota terhadap perumahan juga terus bertambah.
Pada era kepemimpinan Presiden B.J. Habibie tuntutan otonomi
daerah menguat sejalan dengan bergulirnya semangat reformasi. Dalam
kontek itu, di Ujung Pandang juga tidak ingin melepaskan momentum
8 Rahman, Natsir, and Husain, Pertumbuhan Kota Pantai Makassar, hlm. 39.