Page 405 - Papua dalam arus sejarah bangsa
P. 405

Presiden Habibie. Pada masa itu,   mengatur pemekaran Provinsi Irian Jaya   Khusus bagi Provinsi Papua” akhirnya   hak dasar penduduk asli Papua;”
 upaya untuk mengubah format   Tengah dan Irian Jaya Barat. Selain   selesai dibuat dan mulai diberlakukan   (Butir H, Undang-Undang No. 21
 pembangunan Indonesia dari   itu, diatur juga pemekaran Kabupaten   sejak masa Presiden Megawati   Tahun 2001)
 sentralisasi ke desentralisasi sudah   Paniai, Mimika, Jayapura, dan Sorong.   Soekarnoputri. Melalui UU No. 21
 mulai dilakukan. Presiden Habibie   Kebijakan Pemekaran Wilayah di Papua   Tahun 2001, pemerintah mengatur   Undang-Undang No. 21 Tahun 2001
 mendorong Otonomi Daerah melalui   ini segera ditolak oleh masyarakat   lahirnya perangkat regulasi untuk   terdiri dari 24 Bab dan 79 Pasal. UU
 UU No. 22 tahun 1999, suatu   Papua, termasuk dari jajaran   Papua. Dalam UU ini, pemerintah   ini mengatur, di antaranya pembagian
 kebijakan yang mendorong semangat   Pemerintah Daerah Papua. Dalam   mengakui beberapa butir penting   daerah di Papua, kewenangan daerah,
 pembangunan di daerah-daerah,   situasi ini, MPR RI segera menyusun   sebagai berikut:  bentuk dan susunan pemerintahan,
 termasuk di Papua. Di samping itu,   suatu ketetapan untuk memberikan   a.  “... bahwa penyelenggaraan   kewenangan memiliki partai politik
 Presiden Habibie juga mendorong   status Otonomi Khusus kepada   pemerintahan dan pelaksanaan   sendiri, hingga masalah kewenangan
 terciptanya satu ruang dialog bagi   Papua. Melalui Tap MPR No. 4 Tahun   pembangunan di Provinsi Papua   jaminan hidup kepada penduduk Papua.
 kelompok yang prointegrasi dengan   1999, MPR meminta agar pemerintah   selama ini belum sepenuhnya
 RI dan yang prokemerdekaan Papua   memberikan Otonomi Khusus, yang   memenuhi rasa keadilan, belum   Tokoh-tokoh lahirnya UU Otonomi
 melalui pembentukan “Tim Seratus”.  berarti aspirasi masyarakat Papua dapat   sepenuhnya memungkinkan   Khusus adalah para intelektual dan
 lebih didengar dalam penyusunan   tercapainya kesejahteraan rakyat,   aktivis LSM dari Papua, didukung oleh
 Selama itu, belum pernah ada, satu   peraturan serta penyelenggaraan   belum sepenuhnya mendukung   anggota DPR RI dari Papua, serta
 wadah pun yang memberi kesempatan   pemerintahan di Papua (Widjojo   terwujudnya penegakan   Gubernur Papua, Jaap Solossa. Orang
 kepada para tokoh Papua dan   2009:110-111).  hukum, dan belum sepenuhnya   Papua dalam penyusunan Otonomi
 Pemerintah Pusat untuk berdialog.   menampakkan kehormatan   Khusus lebih banyak dilibatkan.
 Anggota Tim ini di antaranya adalah   Sejak dikeluarkannya Tap MPR   terhadap Hak Asasi Manusia   Sayangnya, UU Otonomi Khusus ini
 tokoh-tokoh radikal Papua yang   No. 4 Tahun 1999, pembahasan   di Provinsi Papua, khususnya   tidak melibatkan masyarakat Papua
 tentunya memiliki aspirasi untuk   mengenai Otonomi Khusus untuk   masyarakat Papua;” (Poin F, UU No.   secara “langsung”. Seperti halnya yang
 merdeka. Namun, rekomendasi   Papua semakin intensif. Presiden   21 Tahun 2001)  disampaikan oleh Widjojo (1997), di
 atau tuntutan dari “Tim Seratus”   Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga   b.  “... bahwa pengelolaan dan   tengah situasi konflik di Papua, tidak
 tidak menjadi dasar dari kebijakan   mendorong Otonomi Khusus dengan   pemanfaatan hasil kekayaan alam   dilibatkannya masyarakat luas Papua
 selanjutnya. Di tahun yang sama,   menginisiasi penyusunan rancangan   Provinsi Papua belum digunakan   dalam penyusunan UU Otonomi
 pemerintahan Presiden Habibie   (draft) Otonomi Khusus. Pada masa   secara optimal untuk meningkatkan   Khusus, disambut dengan sikap antipati
 mengeluarkan kebijakan Pemekaran   pemerintahan yang dipimpin oleh   taraf hidup masyarakat asli,   di daerah. Kelompok yang bertikai, di
 Wilayah yang dianggap semakin   Gus Dur, nama Irian Jaya berubah   sehingga telah mengakibatkan   antaranya OPM, PDP, dan kelompok
 bertentangan dengan aspirasi “Tim   menjadi Papua sebagai salah satu   terjadinya kesenjangan antara   prokemerdekaan lainnya tidak sepakat
 Seratus” (Widjojo 2009:111). Melalui   upaya pemerintah pusat menyerap   Provinsi Papua dan daerah lain,   dengan Otonomi Khusus. Bahkan, pihak
 UU No. 45 tahun 1999, pemerintah   aspirasi di Papua. Kebijakan “Otonomi   serta merupakan pengabaian hak-  TNI juga merasa tidak dilibatkan dalam



 38  P PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSAAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA  PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA 389APUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA 389
 3888
                                                             P
   400   401   402   403   404   405   406   407   408   409   410