Page 431 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 431
”Kau juga berdiri, dan jangan macam-macam, Thomas! Aku
tidak segan membunuh Opa.” Ram menoleh padaku, matanya
menatap datar. Ram jelas sudah melatih dirinya jauh-jauh hari
menghadapi situasi seperti ini.
Aku berdiri. Borgol di tanganku sudah dilepaskan, meski rasa
sakit terasa di pergelangan tangan seolah borgol itu masih di
sana. Dua orang berseragam polisi Singapura itu menodongku,
berjaga atas segala kemungkinan. Ram menodong Opa.
”Kalian berdua jalan ke buritan.” Ram mendorong punggung
Opa.
Opa menoleh padaku.
Aku mengangguk. Tidak ada pilihan selain menuruti perintah
Ram.
Dengan kaki semakin pincang, Opa menggigit bibir menahan
sakit, melangkah menuju pintu kabin ke arah buritan yacht.
Kami dikawal seperti dua pesakitan berbahaya.
Aku tahu apa yang akan dilakukan Ram. Jika dia ringan
tangan membunuh Wusdi dan Tunga, tidak sulit baginya me-
nyingkirkan aku dan Opa.
”Ambilkan pelampung di dinding kapal!” Ram menyuruh anak
buahnya lagi.
Salah satu anak buahnya bergegas mengambil pelampung.
Kami sekarang persis berdiri di geladak buritan. Pasifik terus
melaju dengan kemudi otomatis, anggun membelah lautan yang
tenang.
”Maafkan aku, Opa. Kalian tidak dibutuhkan lagi di atas ka-
pal.” Ram menatap Opa. Matanya sama sekali tanpa kilatan pe-
rasaan.
”Aku tidak sepandai kau mengendalikan kapal, Thomas. Aku
429
Isi-Negeri Bedebah.indd 429 7/5/2012 9:51:15 AM