Page 426 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 426
Mereka tertawa lagi.
Aku menunduk, menyuap mi perlahan. Sejak tadi siang
Wusdi berhasil menemukan lemari penyimpanan dokumen-
dokumen aset tersebut. Rakus memeriksa satu demi satu. Opa
di sebelahku menghela napas, dia sejak tadi tidak menyentuh
kemasan gelas mi instan untuknya.
”Opa seharusnya makan,” aku berbisik.
”Orang tua ini tidak lapar, Tommy.” Opa menatap ke luar
jendela. Salah satu tangan kami terborgol ke tiang kabin, di-
dudukkan di pojokan dinding, berada dalam pengawasan
mereka.
”Setidaknya Opa memaksakan satu-dua sendok. Kita butuh
semua tenaga...”
”Jangan cemaskan orang tua ini, Tommy. Opa bahkan pernah
berhari-hari hanya menelan air asin lautan.” Suara Opa terdengar
dalam, matanya masih jauh menatap lautan.
Opa mengembuskan napas perlahan, memutuskan tidak me-
maksa lagi, berusaha menghabiskan jatah makan malamku.
”Opa tahu apa yang sedang kaurencanakan, Tommy,” Opa
berbisik. Dia masih menatap melintasi jendela kaca, memperhati-
kan langit yang terang, konstelasi bintang.
Aku menoleh.
Opa justru tertawa pelan. ”Kau tumbuh jauh lebih tangguh
dibanding siapa pun, Tommy. Bahkan berkali-kali lebih tangguh
dibanding orang tua ini waktu muda dulu, mengungsi dari tanah
kelahiran. Penjahat-penjahat itu telah keliru memilih lawan-
nya.”
Opa menatap wajah tua Opa, dia tersenyum padaku.
424
Isi-Negeri Bedebah.indd 424 7/5/2012 9:51:15 AM