Page 65 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 65
menatapku datar. Layar komputernya pastilah mengeluarkan
alarm setelah proses scan paspor Om Liem, kode merah. Tetapi,
tanpa banyak bicara dia menekan tombol, mematikan alarm.
Seperti tidak ada yang terjadi, dia menyerahkan paspor kami
dan berseru, ”Berikutnya.”
Proses boarding hampir selesai, sebagian besar penumpang
sudah duduk. Pramugari bahkan sudah menutup bagasi di atas
kepala.
Persepsi? Aku tiba-tiba memikirkan sesuatu. Apa yang sedang
dilakukan polisi saat ini? Mereka pastilah telah menghubungi
interpol, mengontak seluruh jaringan yang mereka punya di
seluruh dunia. Ekspektasi? Kepalaku terus mengingat diskusi di
kelas saat itu. Apa yang sedang dilakukan polisi untuk memburu
buronan besar mereka sepuluh tahun terakhir? Tersangka ke-
jahatan keuangan yang sudah mereka pegang tengkuknya ter-
nyata berhasil kabur dengan mudah.
Aku menghela napas tertahan. Meremas rambut. Memaki
dalam hati.
Tidak, kami bahkan tidak akan melewati loket transit Dubai.
Petugas interpol pasti menunggu di sana, dan bersiap meng-
gelandang kami kembali ke Jakarta. Jika aku dan Om Liem ter-
tangkap, urusan semakin runyam, tidak ada celah sama sekali.
Persepsi? Ekspektasi? Aku meremas jemari. Sekarang urusan
tidak sesederhana membuat kamuflase Om Liem di atas ranjang
darurat. Sekarang aku harus menciptakan persepsi yang keliru
di benak mereka. Kabur ke luar negeri adalah reaksi yang sesuai
dengan ekspektasi mereka. Ini bukan pilihan yang baik.
Aku harus membuat persepsi yang menipu. Tidak ada waktu
lagi.
63
Isi-Negeri Bedebah.indd 63 7/5/2012 9:51:07 AM