Page 69 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 69
”Istri Tuan ini amat pemarah dan selalu curiga,” aku berbisik,
pura-pura merendahkan suara, menunjuk dengan ujung siku ke
arah Om Liem yang terus berjalan di lorong garbarata. ”Kalau
saja istrinya tahu kami tertunda enam jam, apalagi dua belas
jam, orang tua malang itu habis diomeli. Astaga, kau tidak bisa
membayangkan bagaimana istrinya marah.” Aku meniru ekspresi
galak seorang wanita tua. ”Jadi, demi istrinya yang pemarah itu,
tolong catat di manifes penerbangan bahwa kami tetap be-
rangkat.”
Gadis di hadapanku tertawa.
”Kau bisa melakukannya?”
Dia mengangguk.
Aku ikut mengangguk takzim. Melambaikan tangan.
Pintu pesawat ditutup dari dalam. Beberapa petugas ground
handling sibuk membantu persiapan take off. Aku menjawab
pendek saat salah satu dari mereka bertanya kenapa kami tiba-
tiba turun. ”Double seat. Sialan! Sistem buruk kalian membuat
kami malu.”
Petugas itu bingung, sedikit gugup memeriksa daftar pe-
numpang di tangannya.
***
Sebelum meninggalkan bandara, aku membeli belasan lembar
tiket penerbangan ke luar negeri sepanjang siang nanti. Sengaja
kudaftarkan atas nama Om Liem. Jika ada polisi yang memeriksa
seluruh maskapai, mereka setidaknya akan menemukan sembilan
kemungkinan tujuan kami.
Pukul setengah empat pagi, setelah merobek seluruh tiket dan
67
Isi-Negeri Bedebah.indd 67 7/5/2012 9:51:08 AM