Page 72 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 72
Semburat merah muncul di balik gunung. Pemandangan
indah dari balik jendela ambulans yang melesat cepat, tapi aku
tidak memperhatikan. Kami sudah puluhan kilometer meninggal-
kan Jakarta.
”Orang tua ini benar-benar keliru selama ini.”
Aku menoleh. Om Liem sedang menatapku datar. Aku pikir
dia tertidur, hanya desis AC dan suaraku menelepon banyak
orang sejak kami meninggalkan bandara tadi yang terdengar di
kabin depan ambulans.
”Dua puluh tahun aku berpikir kau membenciku karena
kejadian itu, Tommi. Ternyata aku keliru.” Om Liem menghela
napas perlahan, antara terdengar dan tidak. ”Kau sesungguhnya
membenci dirimu sendiri, bukan?”
Om Liem menatapku lamat-lamat.
”Itu benar sekali. Lihatlah kejadian sejak pukul dua dini hari
tadi. Kau adalah pemikir sekaligus eksekutor yang hebat,
Tommi. Pintar, berani, dan pandai memengaruhi orang. Tidak
pernah terbayangkan akan jadi apa grup bisnis keluarga kita jika
kau yang menjalankannya. Grup ini akan menjadi raksasa me-
ngerikan di tangan seseorang sepertimu. Karena itulah kau
membenci dirimu sendiri.”
Om Liem menatap semburat merah yang semakin terang.
”Dua puluh tahun kau pergi dari rumah, berusaha menjauhi
kami, tidak ingin terlibat, tapi nyatanya kau belajar di sekolah
bisnis terbaik, belajar langsung dari muasal kemunafikan. Kau
membenci trik, rekayasa, tipu-tipu tingkat tinggi pemilik konglo-
merasi, eksekutif puncak perusahaan, nyatanya kau mempelajari
itu semua, bahkan menjadi penasihat terbaik mereka. Kau ber-
usaha menjadi anak muda yang idealis, dibasuh suci dengan
70
Isi-Negeri Bedebah.indd 70 7/5/2012 9:51:08 AM