Page 5 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 5

“Eh, kenapa lu sekarang senyum-senyum sendiri, Put?” Sari tidak ikut mengacungkan tangan,

               masih sibuk menyelidiki Puteri, menatap Sari di sebelahnya, kepo, ingin tahu urusan orang lain,
               “Memangnya acara di tipi lucu? Cuma siaran berita doang?” Sari melihat sekilas layar televisi.


               Puteri malah semakin tersenyum simpul.


               “Ada apa sih, Put?” Sari penasaran.


               “Rahasia.” Puteri tertawa.

               “Ayolah,” Sari sebal mengangkat bantal di depan Puteri, agar berhenti menonton televisi, pindah

               memperhatikan dia.


               Puteri nyengir, menatap Sari lamat-lamat, lantas sengaja sekali berbisik, “Rio.”


               Pelan saja Puteri mengatakan kalimat itu, berbisik malah, sengaja agar yang mendengar hanya
               Sari, tapi itu cukup untuk menghentikan langkah kakiku yang persis sudah di bawah bingkai
               pintu menuju dapur kontrakan. Dan juga tentu saja, tiga teman satu jurusan lain yang masih

               sibuk dengan tugas di karpet ruang tengah.


               What??? Rio?

               Lupakan mie rebus, bergegas balik kanan.


                                                           ***


               Bah, kalau mendengarkan baik-baik cerita Puteri, aku pikir nggak ada yang spesial. Apanya yang
               spesial? Puteri pergi ke warung tenda, mau bungkus makan malam menu ikan goreng, tapi saat

               dia berdiri di depan abang pemilik warung yang sibuk mencatat pesanan, sambil meneriaki juru
               masaknya, sudut mata Puteri menangkap ada Rio yang ikut melangkah masuk.


               “Eh, ada Puteri. Malam, Put.” Rio tersenyum.


               Aduh,  semua  orang  di  kampus  juga  tahu  siapa  Rio,  gebetan  satu  kampus.  High  class  jomblo.

               Disenyumin seperti itu bahkan membuat Puteri seperti sesak.
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10