Page 6 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 6

“Suka makan di sini juga, Put?”


               Puteri mengangguk-angguk seperti orang-orangan sawah.


               “Makan bareng yuk, itu teman-teman satu kostanku juga mau makan.” Rio menunjuk beberapa
               teman kampus lain yang mengambil posisi kursi masing-masing.


               “Jadinya dua puluh ribu, Neng.” Abang pemilik warung yang menerima bungkusan dari bagian

               masak berseru.

               “Nggak jadi dibawa pulang, Bang. Makan di sini saja.” Puteri berbisik.


               Rio sedang menoleh, mengkoordinir pesanan temannya.


               “Lah? Bukannya Neng minta dibungkus tadi?”


               “Ssshhh….” Puteri melotot, aduh, Abang jangan pura-pura bego, tahu. Ini kesempatan emas.


               Rio sudah kembali memperhatikan Puteri.


               “Terserah, Neng-lah. Woi, makan di sini ternyata, tolong taruh di piring.” Abang warung mana
               paham, tetap berteriak, menyuruh salah-satu anak buahnya.


               “Eh, Put? Tadi kamu sebenarnya mau bungkus bawa pulang, ya?” Rio bertanya.


               “Nggak  kok.  Nggak.  Abangnya  saja  yang  salah.”  Puteri  buru-buru  menggeleng,  “Aku  memang
               mau makan di sini.”


               “Si  Neng  tega  deh.  Padahal  Neng  sendiri  yang  barusan  batalin  dibungkus,  jadi  makan  di  sini
               saja.” Abang warung masuk dalam percakapan lagi, protes.


               Di  tengah  asap  dan  aroma  ikan  goreng,  kesibukan  orang  makan,  dan  lalu  lalang  pengamen,

               mana  paham  Abang  warung  kalau  sejak  tadi  Puteri  sudah  melotot-lotot  menyuruhnya  tutup
               mulut. Maka jadilah Puteri makan malam bareng Rio. Bareng? Enak saja, yang tepat itu adalah

               Puteri  makan  malam  bareng  enam  teman  kampus  lainnya.  Dan  itu  biasa  saja.  Apanya  yang
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11