Page 10 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 10
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Apapun mungkin isi pesan yang sesungguhnya yang ingin
disampaikan Bung Karno, dengan judul pidato seperti ini ia telah
mengingatkan bahwa dalam menghadapi tantangan yang sedang
menghadang kehidupan bangsa jangan sampai pelajaran dari
pengalaman yang pernah dilalui kehidupan bangsa terlupakan begitu
saja. Dengan seruan ini ia juga ingin mengatakan bahwa sejarah
bukanlah sekadar rentetan peristiwa dan tidak pula hasil rekonstruksi
dari rangkaian peristiwa yang pernah terjadi di suatu tempat dalam
perjalanan waktu. Sejarah adalah pula sesungguhnya perbendaharaan
dari pengalaman mayarakat dan bangsa dari masa ke masa. Karena
itulah sejarah biasa pula dianggap dan bahkan dirasakan sebagai
rangkaian dan kumpulan kearifan yang mungkin bisa “dibelanjakan”
dalam menghadapi gejolak peristiwa yang sedang dan mungkin akan
terjadi.
Ketika pidato historis itu diucapkan Bung Karno sebenarnya
tidak hanya berpetuah tentang kearifan hidup berbangsa dan bernegara.
Ada realitas sosial-politik yang keras yang sedang dihadapinya dan
terlebih lagi oleh bangsa yang dicintainya. Bukankah pidato itu
diucapkan ketika bangsa dan negara sedang berada dalam krisis integrasi
yang teramat memprihatinkan ? Bung Karno sendiri? Ia juga menyadari
apa artinya krisis kewibawaan. Karena itu bisa jugalah dipahami kalau
penafsiran politik dengan begitu saja terpakaikan dalam memahami
pidato ini. Pidato dengan judul filosofis yang cenderung moralis ini bisa
ditafsirkan sebagai usaha Bung Karno untuk mengingatkan bangsa atas
jasa dan pengorbanan para aktor sejarah yang telah berbuat bagi bangsa
dan tentang pengalaman sejarah bagaimana jadinya kalau persatuan
yang selama ini dipelihara tersingkirkan karena pergolakan politik, yang
telah semakin mengancam integrasi bangsa. Maka bisa jugalah
dipahami kalau ada saja dugaan bahwa pidato ini adalah saluran untuk
mengingatkan bangsa akan arti kehadiran diri dan peranan Bung Karno
dalam perjalanan sejarah bangsa.
Tetapi sudahlah, penilaian politik memang cenderung mencari
sesuatu di balik ucapan yang kedengarannya seperti memantulkan
kearifan. Karena itu biarkanlah dugaan akan hasrat politik yang
terkandung di belakang pidato ini berlalu begitu saja. Masalah dari
seruan “jangan tinggalkan sejarah” ini barulah muncul ketika
pemahaman yang bertolak dari hasrat dominasi telah mewarnai sikap
dan nilai yang dikenakan pada peristiwa yang telah dilalui itu. Dalam
perjalanan sejarah bangsa, kita juga berhadapan dengan berbagai
2 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya