Page 195 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 195

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                       kebudayaan  yang  tergambar  dalam  hati  semua  penduduk
                       kepulauan ini, terutama yang mengharapkan tempat yang
                       layak  bagi  negeri  dan  bangsanya,  berdampingan  dengan
                       bangsa  lain  di  muka  bumi  ini.  Untuk  membicarakan
                       masyarakat  dan  kebudayaan  Indonesia  Raya,  pertama
                       sekali kita harus memahami arti Indonesia sejelas-jelasnya,
                       terlepas  dari  segala  bungkusan  dan  tambahan  yang
                       mengaburkannya.
                               Sesungguhnya,  arti  kata  “Indonesia”  sekarang  ini
                       sudah  sangat  kacau.  Menurut  para  ahli  bangsa,  kata
                       “Indonesia” dipakai untuk melingkupi seluruh penduduk di
                       daerah  yang  membentang  dari  Pulau  Formosa  sampai  ke
                       Pantai Samudra Hindia, dari Madagaskar sampai ke Nieuw
                       Guinea. Dalam pergaulan sehari-hari di negeri kita kata itu
                       telah sangat populer.
                               Bagaimanapun  menggembirakannya  kepopuleran
                       —menjadi lazimnya—kata “Indonesia” itu, tetapi satu hal
                       tidak  boleh  kita  lupakan:  lantaran  kepopuleran  atau
                       kelaziman  itu  artinya  menjadi  amat  meluas  sehingga
                       menjadi kabur.
                              Segala  yang  ada  dan  yang  terjadi,  segala  yang
                       pernah  ada  dan  pernah  terjadi  di  lingkungan  kepulauan
                       kita ini, diberi nama “Indonesia”.
                                                       31
                       Melalui kutipan di atas, jelas bahwa ada kekhawatiran pada diri
                Sutan  Takdir  Alisjahbana  akan  telah  disederhanakannya  makna
                “Indonesia” oleh orang Indonesia sendiri  di masa itu. Gugatan pun ia
                lontarkan dengan menyatakan bahwa telah terjadi ketidaktepatan ketika
                tokoh-tokoh  yang  hidup  di  masa  lalu,  seperti  Tuanku  Imam  Bonjol,
                Teuku  Umar,  Diponegoro,  Gajah  Mada,  dan  yang  lainnya,  dianggap
                sebagai  telah  berjuang  untuk  Indonesia.  Dalam  pandangannya,  para
                tokoh itu belum tentu berjuang untuk Indonesia sebagaimana Indonesia
                yang  dicita-citakan  maupun  yang  kita  pahami  sekarang  ini.  Ia
                menegaskan bahwa Diponegoro misalnya, memang telah menunjukkan
                perjuangannya, tetapi hanya untuk Tanah Jawa, dan bukan untuk Jawa
                secara  keseluruhan.  Demikian  pula  dengan  Tuanku  Imam  Bonjol,
                menurutnya,  berjuang  hanya  untuk  Minangkabau  dan  Teuku  Umar
                hanya  untuk  Aceh.  Baginya,  tidak  ada  fakta  atau  indikator  yang
                menjamin bahwa masing-masing “pejuang” itu dapat bekerja sama dan
                tidak saling menyerang sebab jika ada kesempatan, mungkin saja mereka
                akan saling menginvasi atau menaklukkan.





                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   187
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200