Page 200 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 200
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
35
Indonesia” dan dimuat di Suara Umum, edisi 4 September 1935. Dalam
tulisannya ini, dalam kaitan dengan identitas Indonesia dan
keindonesiaan, Sanusi Pane menyatakan ketidaksetujuannya apabila
dikatakan bahwa keindonesiaan belum ada di masa lalu. Pada zaman
dulu, yaitu zaman Majapahit, atau zaman ketika Pangeran Diponegoro
hidup, maupun zamannya Teuku Umar, menurut Sanusi Pane, sudah
ada yang namanya keindonesiaan itu sehingga ia menyatakan bahwa
tesis Sutan Takdir Alisjahbana tidak benar. Menurutnya, “keindonesiaan
pada waktu itu pun sudah ada, keindonesiaan dalam adat, dalam seni.
Hanya bangsa Indonesia belum muncul, orang Indonesia belum sadar
bahwa mereka sebangsa”. Lebih lanjut Sanusi Pane mengemukakan
pendapatnya seperti berikut ini.
Sungguh boleh disebut ada imperialisme Sriwijaya,
Majapahit, Mataram, tetapi hal itu tidak bertentangan
dengan keindonesiaan. Di Belanda pun ada pertentangan,
ada hegemoni daerah (lebih) dulu, tetapi siapa dapat
menyangkal bahwa kebangsaan Belanda yang sekarang
pada waktu itu sudah ada dan hanya menanti pengakuan
dan wujud?
Kebangsaan Indonesia sudah ada semenjak dahulu
kala. Sekarang dirasakan dan diwujudkan.
Dengan demikian, nyata kesalahan Tuan Sutan
Takdir Alisjahbana dalam caranya mengemukakan
masalah.
Sebaliknya, ia seharusnya berkata: Bagaimanakah
kita harus memperbarui kebudayaan kita sehingga sesuai
36
dengan perasaan kebangsaan sekarang?
Selain Sanusi Pane, tokoh lain yang memberi tanggapan adalah
filolog Purbatjaraka melalui tulisannya yang berjudul “Sambungan
37
Zaman”. Tanggapan Purbatjaraka ringkas saja dan lebih menyoroti
pada identitas Indonesia yang bagaimanapun merupakan kelanjutan dari
masa sebelumnya. Purbatjaraka menegaskan bahwa “kelanjutan itu ada,
dan tidak boleh dihilangkan”. Bertolak dari kesadaran yang sedemikian
ini Purbatjarakan menegaskan bahwa perjalanan sejarah harus
senantiasa dianggap ada. Ini sebabnya, menurutnya, orang sesekali perlu
menengok ke masa lalu untuk lebih memberi arti pada masa yang sedang
dialami dan untuk menyiapkan masa yang akan datang.
192 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya