Page 202 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 202

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                       sisi  bangsa-bangsa  lain.  Kemauan  dan  cita-cita  yang
                       dijunjung  dengan  kesadaran  semacam  ini  tidak  pernah
                       terjadi  di  lingkungan  kepulauan  ini  sebelum  abad  kedua
                       puluh.

                              Kehendak bersatu dan cita-cita mulia bersama yang
                       dijunjung  dengan  sadar  inilah  ciri  khas  zaman  Indonesia
                       abad  kedua  puluh.  Zaman  sebelum  itu  yang  belum
                       mempunyai kemauan dan cita-cita secara sadar saya sebut
                       dengan nama pra-Indonesia.


                        Kemudian mengenai “keindonesiaan”, Sutan Takdir Alisjahbana
                juga  secara  langsung  menyatakan  bahwa  telah  terjadi  kekeliruan  pada
                diri Sanusi Pane. Bahkan menurutnya, Sanusi Pane tidak mengerti arti
                semangat keindonesiaan sehingga arti “Indonesia” itu dicampuradukkan
                begitu saja. Komentar Sutan Takdir Alisjahbana atas tanggapan Sanusi
                Pane adalah sebagai berikut.
                              Keindonesiaan  yang  dimaksud  oleh  Tuan  Sanusi
                       Pane  yang  ada  pada  zaman  Majapahit,  Diponegoro,  dan
                       Teungku  Umar  itu  ialah  keindonesiaan  menurut  ahli
                       bangsa-bangsa.  Keindonesiaan  yang  dimaksudnya  itu
                       adalah  keindonesiaan  yang  tidak  disadari,  keindonesiaan
                       yang terdapat juga di Filipina, Malaka, dan lain-lain.
                              Sedangkan keindonesiaan yang saya pisahkan dari
                       pra-Indonesia itu ialah keindonesiaan yang disadari, yang
                       lahir  dalam  abad  kedua  puluh  ini.  Keindonesiaan  seperti
                       yang  saya  maksud  sampai  sekarang  belum  terdapat  di
                                            40
                       Malaka, dan lain-lain.


                        Sementara   atas   komentar    Purbatjaraka,   Sutan   Takdir
                Alisjahbana  juga  memberikan  tanggapannya,  utamanya  pada  kata
                “kadang-kadang” yang dipakai untuk menyatakan bahwa Sutan Takdir
                Alisjahbana  “kadang-kadang  meniadakan,  kadang-kadang  mengakui
                adanya    kelanjutan   zaman    silam   dengan   zaman    sekarang”.
                Ditegaskannya  bahwa  pemakaian  “kadang-kadang”  menunjukkan
                sesuatu yang sesukanya atau semaunya saja padahal menurutnya yang ia
                pakai adalah “kadangkala” dengan contoh “kadangkala ada hubungan
                antara  masa  yang  silam  dengan  masa  yang  sekarang,  dan  kadangkala
                tidak”.  Dan  agar  diperoleh  gambaran  yang  lebih  lengkap  atas
                tanggapannya tersebut, berikut ini adalah pernyataannya.



                194    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207