Page 224 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 224
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Dalam kenyataannya, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menurut UUD 1945 terdiri dari para anggota DPR ditambah dengan
wakil-wakil daerah dan kelompok sosial yang ditetapkan undang-
undang. Penyebutan berturut-turut ini memberi kesan bahwa parlemen
akan menjadi perwakilan kelompok-kelompok politik. Pikiran itu tidak
diungkapkan oleh undang-undang dasar, hanya dikatakan bahwa
susunan parlemen akan diatur dengan undang-undang. Muhammad
Yamin menegaskan bahwa undang-undang dasar tidak menuntut
adanya sebuah undang-undang pemilihan, sehingga parlemen dapat pula
18
disusun dengan jalan pengangkatan, penunjukkan atau cara lain.
Dasar kelima, yang diajukan Yamin adalah Kesejahteraan
rakyat, keadilan sosial. Kesejahteraan yang menjadi dasar dan tujuan
negara Indonesia merdeka ialah keadilan masyarakat atau keadilan
sosial. Sehubungan dengan itu, sebelum Indonesia merdeka supaya
dipikirkan pula tentang pembagian penduduk dengan segala akibatnya
yang tertuju pada perekonomian dan hak tanah dari penduduknya.
Untuk menjamin kesejahteraan rakyat maka dalam hukum dasar perlu
disusun suatu pasal yang memberikan jaminan kesejahteraan kepada
rakyat. Untuk ini Yamin mengatakan:
…kita hendaklah mendjamin dalam konstitusi kita perbaikan-
perbaikan untuk rakjat Indonesia seluruhnja. Oleh sebab itu
hendaklah didalam hukum dasar itu diterangkan dalam satu pasal,
jaitu jang berhubungan dengan kesedjahteraan, kesedjahteraan
19
rohani, kesedjahteraan kebendaan dan ekonomi.
Itulah pandangan Yamin tentang dasar negara Indonesia. Jika
dibandingkan dengan pidato Sukarno, tidaklah terdapat perbedaan yang
fundamental antara lima asas Yamin dan lima sila Sukarno itu.
Pada sidang tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menguraikan
pemikirannya bahwa dasar negara yang merdeka ada tiga syarat mutlak.
Pertama, tentang daerah (wilayah). Indonesia merdeka pada dasarnya
harus meliputi batas Hindia Belanda. Kedua, rakyat sebagai warganegara
yang berkebangsaan Indonesia dan peranakan yang telah turun-temurun
tinggal di Indonesia harus diterima sebagai warganegara dengan diberi
kebangsaan Indonesia. Soepomo menolak dwi kewarganegaraan (dubbele
onderdaanschap) dan tanpa kewarganegaraan (staatloosheid, stateless).
Ketiga, pemerintah yang berdaulat bukan internasionalisme. Soepomo
menegaskan menurut dasar apa negara Indonesia yang akan didirikan.
216 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya