Page 123 - Ebook_Atlas Gubernur-
P. 123
2.4 Linggajati dan Akhir Jabatan
Perjanjian Linggajati diselenggarakan pada 11—13 telah mengakibatkan sikap rakyat Kalimantan
November 1946. Hasil perundingan itu sendiri Selatan terbagi dalam tiga golongan. Pertama
diratifikasi 25 Maret 1947 di Istana Negara. Dalam adalah golongan yang pro-Belanda, yakni mereka
perundingan itu, Belanda mengakui kedaulatan yang merasa berutang budi dan merasa perlu
de facto Republik Indonesia meliputi Sumatra, setia kepada Belanda. Pada umumnya mereka
Jawa, dan Madura. Sementara itu, wilayah lainnya, berasal dari kaum feodal yang mempertahankan
termasuk Borneo (Kalimantan), digabungkan kedudukannya di birokrasi pemerintahan secara
kedalam negara federal bentukan Belanda. turun-temurun sebagai hadiah dari sistem kolonial
Belanda di masa lalu. Kedua adalah golongan
Rakyat Kalimantan merespon secara negatif federal, yakni golongan yang mendukung ide
hasil Perjanjian Linggajati. Barisan perjuangan, pemerintah kolonial Belanda untuk mendirikan
termasuk Pasukan MN 1001, enggan mengakui Negara Kalimantan di luar negara Republik
perjanjian itu sekalipun Pemerintah Pusat Indonesia. Ketiga adalah golongan unitarisme,
telah menandatanganinya. Rakyat Kalimantan yakni golongan yang bercita-cita ke arah negara
beranggapan bahwa perjuangan mencapai kesatuan. Golongan ini adalah kaum Republikan
kemerdekaan tidak bisa dibatasi dengan yang bercita-cita menjadikan Kalimantan bagian
kesepakatan Linggajati. Sebaliknya, pasca- dari Republik Indonesia.
Linggajati Belanda dengan gigih berupaya
memaksakan pendirian “Negara Kalimantan”. Golongan unitarisme sendiri terbagi menjadi
Untuk itu, Belanda terlebih dahulu membentuk dua, yakni golongan bersenjata dan golongan
daerah otonom Kalimantan Tenggara dan politik. Golongan bersenjata merupakan pejuang
Banjar yang dilengkapi dengan Dewan Banjar. yang bergerilya di hutan-hutan yang menentang
Rencana pembentukan Negara Kalimantan kekuasaan Belanda dengan bertempur secara
Pimpinan ALRI Divisi IV di Tuban, bersama Gubernur P.M. Noor. Dok. repro buku: Hassan Basry.
ATLAS SEJARAH INDONESIA: GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA 109