Page 145 - AKIDAH DAN ILMU KALAM E-BOOK
P. 145
A. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya,
Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi. Pendidikan
formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Selama tujuh tahun, Harun belajar
bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan
disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan Agama dari
lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya. Beliau
meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun
1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di
Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas Amerika di Mesir. Pendidikannya lalu
dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang
akademisi, yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga
pada Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam
jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua
dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja banyak
ditopang kapasitas intelektualnya, dan kemudian kedudukan formalnya sebagai rektor
sekaligus salah seorang pengajar di IAIN Ciputat.
B. Pemikiran Harun Nasution
1. Peranan Akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam
system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas
Mogill, Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau
aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran
Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian: “Akal
melambangkan kekuatan manusia”.
Karena akal manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan
makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi pula
kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal
manusia, bertambah lemah pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-
kekuatan lain tersebut.
137