Page 35 - PERTEMPURAN TELUK CIREBON
P. 35
Pertempuran Teluk Cirebon
pendapat Coser (1965), mengartikan konflik sebagai
perjuangan dalam mencapai tujuan yang simultan
dengan cara melemahkan dan merusak pihak lawan.
Konflik ditinjau dari perspektif teori, selalu
membangun asumsi yang berlawanan misalnya
modernis versus tradisional, pribumi dengan
pendatang dan homogen dengan plural. Horowitz
dalam Hasrullah (2009:40) menyebutkan, terdapat
dua teori tentang konflik yaitu Cultural Pluralism dan
Modernization and Economic Interest.
Pertama, Cultural Pluralism, yaitu melihat
konflik etnik sebagian pertentangan atau bentrokan
akan nilai-nilai yang tidak sesuai. Teori plural
menekankan pemisahan dan isolasi dalam
kelompok. Dihubungkan dengan konflik maka
teori pluralism akan selalu memunculkan
pertentangan nilai di masyarakat. Hal tersebut
dapat dipahami, karena dalam masyarakat plural
akan menimbulkan divergence (perbedaan) dan
dissensus (pertikaian). Masih berkaitan dengan
pluralism, perlu juga kita simak pendapat Furnivall
(1944) yang menyatakan masyarakat plural
cenderung kurang stabil. Bagi masyarakat yang
tidak stabil, tidak hanya dibutuhkan hukum yang
dapat ditaati bersama, namun dibutuhkan
“kekuatan eksternal”-di mana “kekuatan
eksternal”menurut Furnival adalah colonialism-
dalam upaya menjaga unity-kesatuan dalam
masyarakat.
Kedua, Modernization and economic
Interest, memandang konflik sebagai suatu
perjuangan dalam memperebutkan sumber daya
dan status sosial di masyarakat. Teori ini
menekankan pada hubungan dan kompetisi. Dalam
masyarakat modern, konflik selalu didasari pada
pertentangan sumber daya (ekonomi) dan status
22