Page 42 - Warta Bea Cukai Edisi Oktober 2018
P. 42
OPINI
2.Meminimalisir importer ‘nakal’ yang melakukan splitting (pemisahan) pembelian atas barang
luar negeri. Perbuatan tersebut termasuk penyalahgunaan fasilitas pembebasan bea masuk
untuk tujuan komersial. Misalnya ada importir yang melakukan transaksi sebanyak 400
dokumen dengan total USD20.300 dalam sehari, namun terhindar dari bea masuk;
3.Mendorong produksi lokal dan mendorong penggunaan produk dalam negeri. Pembeli akan
berpikir dua kali apabila ingin belanja di luar negeri karena jumlah barang yang diperoleh
tidak akan sebanyak pada waktu batas pembebasannya USD 100. Misalnya, seorang pembeli
memiliki budget sejumlah USD 80, hendak belanja barang seharga USD 78 dari luar negeri.
Apabila masih menggunakan aturan lama, pembeli cenderung akan membelinya karena harga
barang masih dibawah USD 100, dibebaskan dari bea masuk dan PDRI sehingga masih memiliki
willingness to pay. Sedangkan dengan aturan yang baru, pembeli akan mempertimbangkan
kembali, karena USD 78 telah melebihi batas pembebasan (USD 75), dan dikenai bea masuk
serta PDRI. Apabila dijumlah dengan harga barang, biaya yang dikeluarkan pembeli mungkin
dapat melebihi USD 80 (di luar budgetnya). Kondisi demikian, membuat pembeli cenderung
beralih membeli barang dalam negeri yang membuat produk dalam negeri dicintai serta
mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Sebagai kesimpulan dapat disampaikan bahwa upaya pemerintah melakukan penyesuaian
peraturan terhadap batas pembebasan bea masuk dan PDRI bukanlah ajang pemerasan rakyat,
bukan pembatasan belanja e-commerce, dan bukan untuk mematikan usaha importer, melainkan
sebagai inovasi terbaik demi optimalisasi penerimaan Negara dan kebaikan masyarakat seluruh
Indonesia.(Nova Enggar Fajarianto, Mahasiswa Tugas Belajar PKN STAN)
40 | Volume 50, Nomor 9, September 2018 - Warta Bea Cukai