Page 327 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 327

pendapat dan keputusan Swat Hong! Pada suatu hari tibalah kedua orang ini di

               kaki Pegunungan Tai-hang-san yang amat luas dan memanjang dari selatan ke

               utara.  Tujuan  mereka  adalah  Tiang-an  ibu  kota  Kerajaan  Tang.  Di  dusun  ini

               mereka  berhenti  untuk  makan  di  sebuah  warung  nasi  sederhana.  Mereka

               memesan nasi, mi, dan arak, Kwee Lun minta air hangat untuk Swat Hong agar

               nona ini dapat mencuci muka setelah melakukan perjalanan yang panas berdebu.


               Ketika Swat Hong sedang bercuci muka dengan air hangat, menggosok mukanya

               dengan air bersih sampai kedua pipinya kemerahan, dia mendengar percakapan

               menarik dari arah dapur warung itu. "Bukan main ramenya !" terdengar suara

               seorang  laki-laki,  agaknya  pekerja  di  dapur  itu.  "Lebih  ramai  daripada  kalau

               melihat dua orang jago silat berkelahi!

               Bayangkan saja! Harimau mengaum sampai bumi tergetar, lalu menubruk dan

               mencakar ke arah biruang itu. Akan tetapi si biruang juga tidak kalah lihainya,


               dia  menggereng  dan  aku  yakin  engkau  sendiri  tentu  akan  terkencing-kencing
               mendengar gerengan itu! Dia dapat menangkis dengan kaki depannya dan balas


               menggigit. Mereka saling cakar, saling gigit, mula-mula saling menangkis lalu
               bergumul!  Bukan  main!"  "Ahhh,  sudahlah.  Siapa  percaya  omonganmu?


               Palingpaling kau melihat ornag mengadu jangkerik dan kau kalah bertaruh lagi!
               Lebih baik lekas masak air, tehnya hampir habis." Swat Hong cepat menghampiri


               Kwee Lun dan berbisik, "Agaknya di sini ada jejak suhengku!" "Ehhh....? Kwee

               Lun  bertanya  heran.  "Ada  orang  di  dapur  tadi  bercerita  tentang  pertandingan

               antara harimau dan biruang, dan kalau tiadk salah perasaan hatiku, itu biruang

               kepunyaan suheng." "Eh? Suhengmu memelihara biruang?" Kwee Lun bertanya

               makin heran lagi. "Belum kuceritakan kepadamu, Twako. Ketika aku berpisah

               dari  suheng,  dia  sedang  mengobati  seekor  biruang  terluka.  Tentu  biruang  itu

               menjadi jinak dan menjadi binatang peliharaannya."

               "Aduh!  Suhengmu  tentu  hebat  sekali,  berani  mengobati  seekor  biruang!"

               "Sudahlah, Twako. Kalau kelak dapat bertemu, engkau dapat berkenalan dengan




                                                           326
   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331   332