Page 113 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 113
Roy menjelaskan, aksi kelompok buruh dilaksanakan secara konstitusional sesuai dengan UUD
1945, UU Nomor 9 Tahun 1998 dan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2000. Dalam melaksanakan
aksinya, buruh tetap melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 dengan memakai masker, bawa
hand sanitizer , jaga jarak, dan lainnya, serta akan berjalan secara tertib dan damai.
Roy menyebutkan RUU Cipta Kerja bukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan melindungi
buruh. Malah sebaliknya ucap Roy, yaitu hanya untuk kepentingan kelompok pemodal.
"Oleh karena itu, sikap kami kelompok buruh jelas menolak Omnibus Law Cipta Kerja dan
meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dan juga menolak pengesahan Omnibus Law RUU
Cipta Kerja diparipurnakan," kata Roy.
Roy menuturkan kesepakatan Panja DPR RI dan pemerintah, khususnya klaster ketenagakerjaan
sangat merugikan kelompok buruh. Antara lain dengan dibebaskannya sistem kerja PKWT dan
outsourcing tanpa ada batasan jenis pekerjaan dan waktu.
Hal itu terang Roy, membuat buruh tidak ada kepastian pekerjaan. Selain itu dihapusnya upah
minimum sektoral, diberlakukannya upah per jam ungkap Roy, mengakibatkan tidak adanya
kepastian pendapatan, PHK dipermudah, pesongon dikurangi, hak cuti dihapus sangat
merugikan kelompoknya.
"Dalam situasi pandemi seperti ini, kami menilai Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak akan
menjawab persoalan ekonomi maupun investasi. Karena dengan terus meningkatnya angka
positif Covid-19 di Indonesia, investor pun tidak akan masuk ke Indonesia," tukas Roy.
Seharusnya, menurut Roy, pemerintah dan DPR fokus pada penanganan Covid-19, sehingga
dunia internasional percaya kepada Indonesia mampu menangani Covid- 19. Namun, faktanya
justru sebaliknya, malah mempercepat pembahasan dan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta
Kerja .
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyambut baik keputusan DPR
yang telah mengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Menurut dia, keputusan ini tepat dan
sejalan dengan Pidato Pelantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 20 Oktober 2019.
Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk dapat keluar
dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan adanya bonus demografi. Namun untuk
merealisasikan hal tersebut Indonesia dihadapkan pada tantangan besar. Salah satunya adalah
bagaimana kesiapan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja.
Menurut Airlangga, salah satu cara untuk meyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya
adalah dengan menarik investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun permasalahan yang
seringkali ditemui adalah masih banyak aturan yang tumpang tindih dan mempersulit.
"Namun tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu menyediakan lapangan kerja dengan
banyaknya aturan atau hiper regulasi kita memerlukan penyederhanaan sinkronisasi," kata
Airlangga dalam sidang Paripurna, di Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.
Atas dasar itu, kehadiran UU Cipta Kerja bisa menurutnya bisa menjadi solusi. Karena dengan
adanya UU Cipta Kerja ini bisa menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit
investasi.
"Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang
menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai
instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," Airlangga menekankan.
112