Page 180 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 180
UU ini juga menampilkan wajah lainnya, yakni hubungan antara para wakil rakyat dan
konstituennya. Kita melihat di media massaataupun media sosial, bagaimana publik bereaksi
sangat negatif terhadap sejumlah kelonggaran berusaha yang ingin dilakukan pemerintah. Publik
terutama yang didorong oleh pegiat buruh dan lingkungan bersuara keras. Sikapnya pun jelas
dan amat kritis. Namun, sikap dan suara tegas, jelas, serta kritis itu seolah senyap di Senayan.
Logika kita tentu bertanya: Apakah para anggota wakil rakyat itu mendengar suara konstituen
mereka terkait Cipta Kerja?
Wakil rakyat adalah seseorang yang mengajukan diri secara politik dan administratif untuk
mewakili suara dari daerah pemilihannya. Satu orang wakil rakyat di DPR bisa mewakili belasan
ribu sampai ratusan ribu suara rakyat di dapilnya. Proses keterwakilan ini membuat konstituen
memiliki suatu hak politik suara atas wakilnya. Wakil rakyat wajib mendengar dan
memperjuangkan amanah konstituen itu ke pemerintah. Ada sebuah tanggung jawab moral dan
politis oleh wakil rakyat tersebut.
Namun, dalam proses politiknya kita tahu kenyataan yang berjalan tidaklah demikian. Terlalu
sering kita melihat praktik politik justru menjungkirbalikkan hal tersebut. Jika proses politik kita
berjalan dengan benar, protes dan kritikan dari konstituen mereka terhadap UU Cipta Kerja tentu
akan menggema di ruang publik. Tecermin di pembahasan Omnibus Law. Ini yang ldta lihat tidak
terjadi. Patut ldta duga, ada sebuah proses politik yang macet dari konstituen ke atas, yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
Dan ini tentu harus disikapi oleh rakyat dan wakilnya. Apakah konstituen benar menyampaikan
amanah penolakan ataupun kritikan itu ke wakil rakyatnya? Atau memang konstituen hanya
diam? Lalu, bagi yang memang menitipkan amanah itu, bagaimana wakil rakyat menjalankan
amanah itu di sidang-sidang DPR?
UU Cipta Kerja mempertontonkan relasi konstituen-wakil rakyat ini dengan cukup gamblang. Aksi
dan reaksi konstituen dihadap-hadapkan dengan sikap wakil rakyat. Ini menjadi pelajaran politik
cukup berharga bagi publik dan waldl rakyat untuk masa yang akan datang. Kita berharap, di
undang-undang strategis lainnya, proses politik macam ini lebih lancar dan berjalan dengan baik.
Ada dampak yang jelas dan terukur dari suara konstituen kepada wakil rakyatnya di Senayan.
Untuk saat ini, kita bisa ucapkan: Selamat datang UU CSpta Kerja. Semoga undang-undang ini
benar sesuai tujuannya. Mengundang investasi asing, menyejahterakan pekerja, serta tak
merusak lingkungan. Kita juga busa ucapkan bagi para konstituen: Selamat legawa menerima
keputusan para wakil rakyat. Semoga UU ini menjadi pendidikan politik yang baik bagi lata
semua.
179