Page 248 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 248
kemudahan berusaha, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan
proyek strategis nasional, dukungan administrasi pemerintahan, dan sanksi.
Kita mengapresiasi kerja cepat pemerintah dan DPR untuk merampungkan UU Cipta Kerja, meski
ada fraksi di DPR yang tidak menyetujui. Undang-Undang ini sudah lama ditunggu kalangan
pengusaha dan investor, terutama terkait dengan berbelitnya perizinan, tumpang tindihnya
peraturan, dan berbagai hambatan investasi yang semuanya berujung pada ekonomi biaya
tinggi.
Undang-Undang ini jelas menjadi harapan semua pihak. Ada ekspektasi yang begitu besar. Juga
ada tujuan besar berjangka panjang yang hendak dicapai dengan UU sapu jagat ini Dengan
implementasi UU ini, ekonomi diharapkan tumbuh 5,7-6% per tahun dan tercipta lapangan kerja
2,7 juta hingga 3 juta per tahun dari saat ini 2 juta per tahun untuk menampung 9,29 juta orang
yang tidak bekerja. UU ini diharapkan mampu menggenjot investasi 6,6-7,0% serta menekan
ekonomi biaya tinggi pada kegiatan investasi.
Bagi pengusaha, UU ini memberi kemudahan dan kepastian mendapatkan perizinan berusaha
lewat perizinan berbasis risiko dan penerapan standar. Pengusaha juga akan mendapatkan
insentif dan kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian
pelayanan investasi. UMKM juga bakal mendapat kemudahan dan kepastian proses perizinan
dengan melakukan pendaftaran melalui Online Single Submission (OSS) serta kemudahan dalam
mendirikan perusahaan terbuka (PT) perseorangan.
Lewat UU ini, pemerintah menjanjikan percepatan pembangunan rumah bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan
Perumahan (BP3). Pemerintah pun berkomitmen mempercepat reformasi agraria dan redistribusi
tanah oleh Bank Tanah.
Sedangkan bagi pekerja, UU Cipta Kerja memberikan kepastian perlindungan bagi Pekerja
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) melalui pemberian jaminan kompensasi. Ada kepastian
pemberian pesangon, meski dari sisi nominal lebih rendah dari UU Ketenagakerjaan. Pekerjaan
alih daya (outsourcing) tetap diatur UU dengan tetap memperhatikan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK). UU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah
diatur UU Ketenagakerjaan.
Sebuah Undang-Undang atau peraturan apapun, tentunya tidak bisa memuaskan semua pihak.
Namun menjadi kewajiban pemerintah dan legislator untuk menciptakan Undang-Undang yang
adil dan mengakomodasi kepentingan terbesar bagi bangsa dan negara. Apalagi UU ini semacam
induk bagi 76 Undang-Undang terkait, mestinya memiliki visi jangka panjang yang bertujuan
memakmurkan rakyat
Tantangan terbesar selanjutnya setelah pengesahan UU Cipta Kerja adalah pembuatan peraturan
turunan agar UU bisa diimplementasikan. Paralel dengan itu, pa-sal-pasal dari 76 UU yang
dianggap tidak berlaku lagi pun harus direvisi. Termasuk peraturan turunan 76 UU tentu harus
disesuaikan. Itu semua merupakan pekerjaan yang tidak mudah.
Selain itu, masalah krusial sejatinya berada di tangan birokrasi. UU Cipta Kerja muncul karena
kelakuan oknum birokrasi selama ini, baik di kementerian/lembaga maupun di tingkat daerah,
yang keterlaluan dalam menghambat perizinan. Perilaku sebagian birokrasi telah membuat
pengusaha frustrasi. Itulah sebabnya, UU Cipta Kerja tidak akan memberikan dampak optimal
bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja, jika birokrasi sebagai pelaksana di lapangan masih
bermental korup dan cenderung mempersulit.
Jangan sampai persoalan ketenagakerjaan dijadikan tumbal hanya demi menutupi persoalan
yang sesungguhnya, yakni birokrasi yang mempersulit dunia usaha. Atau Indonesia kurang
247