Page 362 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 362
Ringkasan
Herry Hermawan (40) sudah menjadi buruh di perusahaan otomotif sejak tahun 1999. Setelah
bekerja 1,5 tahun, ia diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan yang berkantor di Kelapa
Gading, Jakarta Utara, itu. Di tahun 2004, koperasi perusahaan menawarkan program cicilan
rumah buat karyawan. Dengan uang muka Rp 7,5 juta dan angsuran Rp 384.000 per bulan
selama 15 tahun, lulusan sekolah menengah kejuruan ini bisa menempati rumah mungil di
Bekasi, Jawa Barat.
TAK BERHARAP ANAK JADI BURUH
Herry Hermawan (40) sudah menjadi buruh di perusahaan otomotif sejak tahun 1999. Setelah
bekerja 1,5 tahun, ia diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan yang berkantor di Kelapa
Gading, Jakarta Utara, itu. Di tahun 2004, koperasi perusahaan menawarkan program cicilan
rumah buat karyawan. Dengan uang muka Rp 7,5 juta dan angsuran Rp 384.000 per bulan
selama 15 tahun, lulusan sekolah menengah kejuruan ini bisa menempati rumah mungil di
Bekasi, Jawa Barat.
Rumah tipe 29/60 itu memiliki dua kamar. Dia, istri, dan lima anaknya menempati rumah itu.
Artinya, hanya satu kamar yang tersedia untuk anak-anak. Beruntung, semua anaknya laki-laki.
"Kalau sudah nikah nanti, mau tak mau anak-anak saya harus segera mengontrak atau tinggal
di rumah mertua karena tak cukup ruang di rumah saya," kata Herry saat ditemui di depan
Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Herry sebenarnya ingin memiliki rumah yang lebih besar. Paling tidak agar anaknya tak perlu
tidur berimpitan seperti ikan pepes. Akan tetapi, pendapatan berkata lain.
Dengan pemasukan sekitar Rp 6 juta per bulan, Herry tak percaya diri membeli rumah baru.
Apalagi, kini upah buruhnya menjadi satu-satunya pendapatan keluarga. Dari gaji itu dia
membiayai kelima anaknya. Dari lima anak, empat di antaranya sudah sekolah. Dalam situasi
normal, keuangan keluarga lebih mendingan karena dia bisa mengajukan lembur. Sejak
pandemi, lembur ditiadakan.
Selain itu, perusahaan juga hanya menjamin maksimal tiga anak. Ketika perusahaan
mengadakan acara rekreasi karyawan, misalnya, dua anaknya yang lain tak boleh ikut.
Herry dan kawan-kawan kemarin datang ke kompleks DPR di Jalan Gatot Subroto untuk
memprotes DPR yang menyetujui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi UU.
Dia menilai, peraturan itu membuat status buruh kian tak pasti.
Jumlah pesangon pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), misalnya, dikurangi.
Penghapusan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) diduga kuat akan menggerus
pendapatan buruh. Di samping itu, pengaturan kerja yang fleksibel berpotensi membuat buruh
dikontrak seumur hidup. "Melihat realitas hari ini, saya dan istri tak berharap anak saya jadi
buruh seperti saya," ucapnya.
Di masa depan, kata Herry, orang-orang harus memiliki inisiatif dan kreativitas agar dapat
bertahan hidup. Hal ini karena jika menjadi buruh, terutama buruh di tingkat operator, terasa
sekadar menjalani hidup secara rutin.
"Di bidang fabrikasi, contohnya, tak ada istilah inisiatif. Kami bekerja sesuai praktik saja. Seperti
saya, misalnya. Pasang, kasih baut, kencengin, udah jadi mobil. Berpuluh-puluh tahun seperti
itu. Kalau kritis sama atasan, dipindahkan ke tempat yang lebih enggak enak," ujar pengurus
Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia ini.
361