Page 672 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 672
Mencuatnya kembali pembicaraan soal omnibus law muncul karena DPR RI bersama pemerintah
dan DPD RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja untuk
dibawa ke rapat paripurna DPR, Sabtu (3/1/2020) malam.
Sebelumnya, pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster
Ketengakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April
2020.
Penundaan ini merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster
tersebut.
Bahkan, hingga kini, sejumlah pasal pun masih memperoleh penolakan dari berbagai pihak.
Merangkum pemberitaan Kompas.com , berikut adalah beberapa pihak yang menolak RUU
Cipta Kerja ini: Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono, mogok nasional akan dilakukan di lingkungan perusahaan
dengan protokol kesehatan seperti jaga jarak dan menggunakan masker.
Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan, mogok nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh.
Bahkan, rencananya diikuti 5 juta buruh di 25 provinsi dan hampir 10.000 perusahaan dari
berbagai sektor industri di seluruh Indonesia.
"Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati, tiga isu yaitu PHK,
sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003," kata Iqbal.
Sebelumnya, Iqbal juga merinci tujuh isu yang diusung buruh dalam menolak RUU omnibus law
Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, yaitu: Dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat
I yang digelar DPR dan pemerintah, Sabtu (3/10/2020), menghasilkan kesepakatan RUU Cipta
Kerja akan dibawa ke rapat paripurna.
Namun, ada dua fraksi yang menyatakan penolakan, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Ketua Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Ossy Dermawan, di
tengah situasi pandemi Covid-19, pembahasan RUU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi dan
kegentingan yang memaksa.
Kedua, RUU ini membahas secara luas beberapa perubahan UU secara sekaligus (omnibus law).
Oleh karena itu, perlu dicermati dengan hati-hati dan mendalam karena dampak yang
ditimbulkan oleh RUU akan sangat besar.
"Terutama terkait hal-hal fundamental yang menyangkut kepentingan masyarakat luas," kata
Ossy seperti diberitakan Kompas.com , Minggu (4/10/2020).
Ketiga, terkait tujuan RUU Cipta Kerja untuk mendorong investasi, hak dan kepentingan
kelompok pekerja juga tidak boleh diabaikan.
Pada kenyataannya, sejumlah regulasi dalam RUU ini berpotensi memangkas hak dan
kepentingan kaum pekerja.
Selanjutnya, Ossy menyebut bahwa RUU ini dipandang telah bergeser dari semangat nilai-nilai
Pancasila ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik.
671

