Page 721 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 721
Dia menjelaskan, program itu dibutuhkan karena akan memberikan manfaat bagi pekerja yang
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti pemberian upah setiap bulan tergantung
kesepakatan yang ditanggung dalam program tersebut, pelatihan peningkatan kapasitas sesuai
pasar kerja, dan kemudahan mendapatkan pekerjaan baru.
Menurut dia, pekerja yang mendapatkan JKP tetap akan mendapatkan lima jaminan sosial
lainnya yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kematian,
dan Jaminan Kesehatan Nasional.
Poin kedua menurut dia, terkait waktu kerja, di UU Ketenagakerjaan hanya diatur bahwa waktu
kerja adalah untuk 6 hari kerja adalah 7 jam/hari atau 40 jam/pekan, dan untuk 5 hari kerja
adalah 8 jam/hari atau 40 jam/pekan.
"Dalam perubahan di RUU Ciptaker, selain waktu kerja yang umum (paling lama 8 jam/hari dan
40 jam/minggu), diatur juga waktu kerja untuk pekerjaan yang khusus, yang waktunya dapat
kurang dari 8 jam/hari (pekerjaan paruh waktu eko digital) atau pekerjaan yang melebihi 8
jam/hari seperti migas, pertambangan, perkebunan, pertanian, dan perikanan," ujarnya.
Poin ketiga menurut dia, terkait Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dalam UU
13/2003 sifatnya wajib bagi semua TKA, menghambat masuknya TKA Ahli yang diperlukan dalam
keadaan mendesak, dan menyebabkan terhambatnya masuknya calon investor ke Indonesia.
Dia menjelaskan, dalam RUU Ciptaker, kemudahan pemberian RPTKA diatur hanya untuk TKA
Ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu seperti kondisi darurat, vokasi, peneliti, dan
investor.
Poin selanjutnya menurut dia terkait Pekerja Kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),
di UU Ketenagakerjaan belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.
"Ke depan kami ingin melakukan perubahan karena perkembangan teknologi digital khususnya
industri 4.0 menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap dan membutuhkan
PKWT. Kami ingin pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan sama dengan pekerja tetap
seperti upah jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi hubungan kerja," katanya.
Dia menjelaskan poin kelima, terkait pekerja alih daya atau "outsourcing", di UU 13/2003 hanya
dibatasi untuk jenis kegiatan tertentu, dan belum ada penegasan atas kesamaan jaminan hak
dan perlindungan bagi pekerja alih daya.
Elen menjelaskan dalam RUU Ciptaker, alih daya merupakan bentuk hubungan bisnis sehingga
pengusaha alih daya wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya, baik
sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap yaitu dalam hal hak upah, jaminan sosial, dan
perlindungan K3.
Menurut dia, untuk poin keenam terkait upah minimum (UM), di UU Ketenagakerjaan dapat
ditangguhkan sehingga banyak pekerja dapat menerima upah di bawah upah minimum,
peraturan UM tidak dapat diterapkan pada usaha kecil dan mikro, kenaikannya menggunakan
inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan adanya kesenjangan nilai UM di beberapa
daerah.
"Dalam RUU Ciptaker, UM tidak dapat ditangguhkan, kenaikannya menggunakan formulasi
pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas, basis UM pada tingkat provinsi dan dapat
ditetapkan UM pada kabupaten/kota dengan syarat tertentu, dan upah untuk UMKM tersendiri,"
ujarnya.
720

